Dari sisi efisiensi, elektro-agrikultur mampu mencapai efisiensi konversi energi hingga 4%—empat kali lipat lebih efisien dibandingkan fotosintesis alami.
BACA JUGA:Anggi Irawan Resmi Dilantik, Bawaslu OKU Siap Kawal Pilkada Damai
BACA JUGA:Gelar Penggeledahan Rutin untuk Cegah Gangguan Keamanan
Dengan pengembangan lebih lanjut, efisiensi ini masih bisa ditingkatkan, menjadikannya alternatif yang lebih berkelanjutan dalam produksi pangan.
Menariknya, elektro-agrikultur juga dapat menjadi solusi untuk misi luar angkasa jangka panjang.
Dengan teknologi ini, astronot bisa memperoleh sumber makanan yang berkelanjutan melalui konversi CO2 menjadi asetat yang dapat dimakan, menggunakan sisa limbah karbon dioksida yang dihasilkan.
Walau menjanjikan, teknologi elektro-agrikultur masih dalam tahap pengembangan dan menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah peningkatan efisiensi dalam elektrolisis CO2.
BACA JUGA:Suami Sendiri
BACA JUGA:Beri Bangtuan Sembako Kepada Masyarakat
Terutama pada kondisi terbatasnya akses ke listrik terbarukan, peningkatan ini menjadi kunci untuk menjadikan teknologi ini lebih layak diterapkan.
Selain itu, pengembangan jenis tanaman yang cocok dengan metode ini masih menjadi tantangan besar.
Meski penelitian awal berhasil pada jenis tanaman seperti selada dan tomat, perluasan teknologi ini ke tanaman pangan pokok yang kaya kalori, seperti jagung dan beras, sangat penting untuk memenuhi tantangan ketahanan pangan global.
Elektro-agrikultur menjadi langkah revolusioner dalam teknologi pertanian, menawarkan solusi atas sejumlah tantangan besar dalam produksi pangan saat ini.
BACA JUGA:Kenalkan Potensi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
BACA JUGA:Camat Diminta Perkuat Pengawasan Pengelolaan Dana Desa