Caranya juga masih sangat kuno: kondektur mendatangi setiap penumpang. Setelah memeriksa tiket dia menempelkan kertas di atas tempat duduk. Itu tanda penumpang di kursi itu turun di stasiun mana.
BACA JUGA:Tips Membuat Peyek Sempurna, Gurih, Renyah, dan Penuh Cita Rasa
BACA JUGA:Jangan Biasakan Menahan Kentut, Ini Pengaruhnya pada Tubuh
Setiap kereta akan berhenti dia datangi penumpang di bawah kertas tempel itu. Waktunya turun. Lalu kertas yang dia tempelkan itu diambil.
Pun ketika kereta akan berhenti di stasiun Hartford. Dia datangi saya. "Di sini Anda turun", katanyi. Lalu mencopot tempelan kertas di atas kepala saya.
Di Hartford saya bertemu wanita istimewa lainnya. Nisa. Pakai jilbab hitam. Asal Bontang, Kaltim. Masa kecilnya di Gang Alwi, Samarinda, tidak jauh dari rumah istri saya.
Nisa bisa berbahasa Banjar dan mengerti bahasa Bugis. Orang tuanya campuran Banjar-Bugis. Dia sudah lebih 10 tahun di Hartford --setelah pindah dari New York.
BACA JUGA:3 Resep Lezat Jamur Enoki, Goreng Crispy, Tumis Saus Tiram, dan Sup Hangat
BACA JUGA:Manfaat Ekstrak Kemiri dalam Mengobati Infeksi Jamur Secara Alami
Suami Nisa dari Turkiye. Kampung suaminya di satu jam naik pesawat dari Istambul, ke arah Asia. Sang suami pengusaha bidang logistik.
"Di mana ketemu suami?"
"Di online."
"Saat Anda masih tinggal di Bontang?”
"Iya. Saat masih di Bontang."
Nisa punya anak satu. Cewek. Menjelang remaja. Cantik sekali.
Di Chicago ketemu satu wanita Indonesia lagi yang bersuamikan bule: Mayasari. Rumahnyi di Greenburg, Indiana. Di situ Maya buka restoran Indonesia. Juga mendirikan pabrik tempe.