BACA JUGA:7 Tanda Stres yang Mengganggu Kesehatan dan Cara Ampuh Mengatasinya
Yang satu mbak Sri. Asal Sragen. Suaminyi juga bule --asal Los Angeles. Sang suami ahli software. Sudah pensiun dari perusahaan raksasa bidang IT, IBM.
Mbak Sri menyesalkan mengapa saya tidak tidur di rumahnyi di dekat New York. Rumah yang, katanyi, enak untuk menulis buku. Di pinggir danau besar. Ada dua rumah di situ. Berdekatan. Saya, katanyi, bisa datang dan pergi kapan saja.
Kalau bosan di situ masih ada rumah lagi di Montana. Di pinggir taman hutan di dekat Kanada.
"Saya sudah beli tiket kereta api," kata saya. "Tidak perlu diantar."
BACA JUGA:Manfaat Luar Biasa Berjemur Pagi
BACA JUGA:Motor Tabrak Bak Dump Truck, Remaja Meregang Nyawa
Bukan berarti kami tidak bisa bertemu. Mbak Sri mengajak suami berkendara ke New Haven. Satu jam perjalanan. Kami pun ngobrol banyak hal sambil makan siang.
Di tengah makan ada info masuk: Mbak Dini juga ingin mengantar saya ke Hartford. Dia orang Demak, Jateng. alumnus Universitas Satya Wacana. S-2 dan S-3 nyi di Amerika.
Tapi Dini baru bisa berangkat agak sorean. Dia masih mengajar. Dia profesor linguistik Mengajar di Yale University --universitas papan atas di Amerika.
"Sampai ketemu di Hartford nanti malam," kata Prof Dini.
BACA JUGA:Pemuda Siram Ayah Tiri dengan Air Keras
BACA JUGA:Disdukcapil Tetap Buka Layanan saat Pilkada
Mbak Sri dan suami mengantar saya ke stasiun. Mobilnya Volvo. Masih agak baru. Sudah puluhan tahun saya tidak naik Volvo.
"Ini sudah jadi mobil China," ujar sang suami. Perusahaan mobil Swedia terkemuka ini memang sudah dibeli Tiongkok.
Naik kereta api dari New Haven ke Hartford seperti dari Solo ke Yogyakarta. Keretanya lambat. Berhenti banyak kali. Jarak 80 km ditempuh dalam satu jam.