Food Estate

Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir

Bagi petani yang minggu ini bisa mulai panen, tentu sempat menikmati harga bagus tersebut. Misalnya di beberapa tempat di Sragen. Sudah ada pedagang yang mau membeli GKP Rp 8.000/kg. Anda sudah tahu GKP: Gabah Kering Panen. Yakni gabah dari padi yang sudah tua. Sudah waktunya dipanen. Belum dijemur.

BACA JUGA:Daftar Nama 4 Kombes Polisi Pecah Bintang , Ada Matan PJU Sumsel

BACA JUGA:Pemegang Ilmu Kebal di Sumsel Tewas Dibacok Tetangga

Dengan harga beli GKP setinggi itu, maka tidak mungkin harga beras bisa di bawah Rp 18.000/kg. Anda kan sudah hafal rumusnya: satu kuintal GKP akan menjadi 50 kg beras. 

Saya hubungi tokoh petani di Sragen kemarin sore. Saya kaget: seminggu lagi sudah ada yang panen di sana. Alhamdulillah. Berarti akhir bulan depan sudah panen raya. Tidak sampai dua bulan lagi seperti yang saya perkirakan di Disway kemarin.

Maka harga tinggi saat ini adalah persoalan jangka sangat pendek. Harga beras segera turun --satu bulan lagi. Pedagang yang telanjur membeli GKP Rp 8.000 akan tetap jual beras sekitar Rp 18.000. Sebulan ke depan. Kejar laba jangka pendek.

Setelah itu harga beras turun.  Persoalan mendasar pertanian beras kita pun akan dilupakan lagi.

Saya tidak tahu seberapa tertarik presiden baru kita --atau wakilnya-- memulai cara baru sistem pertanian kita: sistem kelompok korporasi.

BACA JUGA:Hendri Zainuddin jadi Saksi, Jawab Soal Pencairan Dana Hibah

BACA JUGA:Dr. Richard Lee Sindir Kartika Putri Soal Wajahnya Melepuh Berharap Bukan Azab

Baiknya memang diuji coba dulu di Jawa. Tiap satu kabupaten satu SKK. Kalau hasilnya baik langsung dikembangkan.

Caranya: dimulai dari pembentukan kelompok tani berdasar hamparan lahan. Satu kelompok 300 hektare. Di satu hamparan. Lahan itu mungkin milik 600 atau 700 petani. 

Petani tersebut menyerahkan lahan mereka ke pengurus kelompok. Untuk digarap oleh pengurus kelompok. Daripada dikerjakan sendiri-sendiri secara tidak efisien. Petani pemilik tanah boleh bekerja di situ: dibayar oleh kelompok.

Maka sawah 300 hektare tersebut diolah secara modern: mekanisasi pertanian. Jadwal garap, jadwal pembibitan, jadwal tanam, jarak tanam, pemupukan, perawatan;  semua dilakukan secara ilmiah. Disiplin tinggi. 

Apakah petani mau menyerahkan tanah mereka?

Tag
Share