Bahaya Internet untuk Anak: Cyberbullying hingga Eksploitasi Online

ILustrasi anak bermain gadget yang berpotesi mendapat cyberbullying hingga eksploitasi online. -Envato/annakhomulo-
OKU EKSPRES.COM - Anak-anak Indonesia kini semakin akrab dengan teknologi digital. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, tercatat 88,99 persen anak usia lima tahun ke atas di Indonesia sudah mengakses internet.
Fenomena ini memicu kekhawatiran terkait potensi risiko digital yang dapat membahayakan anak-anak.
Ketua Tim Pengelolaan Komunikasi Strategis Pemerintah dari Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Hastuti Wulanningrum, menyampaikan pandangannya dalam peluncuran program keamanan remaja di platform TikTok, yang digelar di Jakarta pada 13 Februari 2025.
Ia menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi penggunaan perangkat digital oleh anak.
BACA JUGA:Jangan Biarkan TBC Menyebar! Ini Cara Mencegahnya dengan Benar
BACA JUGA:Gejala TBC Tak Selalu Batuk: Kenali Tandanya Sebelum Terlambat
“Melihat anak usia lima tahun ke atas sudah menggunakan internet tentu memunculkan kekhawatiran. Orang tua harus memahami dan mengontrol konten yang diakses oleh anak-anak mereka,” jelas Hastuti.
Ancaman Dunia Maya: Cyberbullying dan Kejahatan Online
Kemudahan akses internet tak hanya membawa manfaat, tetapi juga membuka celah bagi ancaman seperti cyberbullying dan kejahatan daring.
Tindakan perundungan di dunia maya bisa terjadi di berbagai platform, mulai dari media sosial, aplikasi pesan instan, hingga forum online.
BACA JUGA:Gejala TBC yang Sering Terlambat Disadari: Cegah Sebelum Menular
BACA JUGA:Anak Tampak Lemas dan Batuk Tak Kunjung Sembuh? Waspadai TBC Sejak Dini
“Perundungan digital, hoaks, eksploitasi anak, dan kecanduan media sosial bisa memberikan dampak serius terhadap kesehatan mental dan perkembangan psikologis anak,” kata Hastuti, yang akrab disapa Tutu.
Ancaman lainnya termasuk eksploitasi seksual dan manipulasi online, di mana anak-anak kerap kali belum mampu membedakan antara interaksi aman dan berbahaya.