Dijelaskan pada periode Juli-Agustus yang merupakan puncak musim kemarau, sirkulasi angin yang dominan adalah Monsun Australia.
Menurut Siswanto di Australia saat ini sedang puncak musim dingin.
BACA JUGA:Mendadak Sie Propam Cegat Ratusan Kendaraan Milik Anggota
BACA JUGA:BPBD OKU Gunakan BRIN Fire Hotspot untuk Pantau Karhutlabun
Sehingga, udara dingin di benua Australia terbawa aliran monsun ke arah utara.
Hal itu juga yang menyebabkan fenomena embun membeku di pegunungan, seperti Dieng, Semeru, dan lain-lain.
"Itu juga menjelaskan mengapa umumnya fenomena embun beku pegunungan terjadi di bulan Juli-Agustus hingga September," tuturnya.
Selain itu, penyebab cuaca dingin di sejumlah wilayah Indonesia juga bisa disebabkan oleh pelepasan energi panas permukaan yang besar. Di mana biasanya terjadi pada saat hari-hari cerah.
BACA JUGA:Baznas OKU Bagikan 500 Paket Bantuan Kepada Anak Yatim
BACA JUGA:Tinggalkan Timnas Inggris, Gareth Southgate Sudah Banyak Tawaran
Siswanto menjelaskan langit yang cerah dan tidak ada awan menjadikan gelombang panjang radiasi balik dari permukaan bumi terlepas maksimal ke angkasa di luar atmosfer bumi, tidak tertahan diserap atau dipantulbalikan ke bawah oleh awan.
Sementara itu, terkait Aphelion dikatakan Siswanto tidak terlalu berpengaruh terhadap dinamika cuaca bumi.
Sebab, dinamika dapur cuaca hanya terjadi di lapisan troposfera sekitar ketinggian 15-18 km dari permukaan bumi.
"Pada Aphelion posisi matahari justru berada pada jarak terjauh terhadap bumi, yaitu pada jarak 15-154 juta kilometer," tandasnya.
BACA JUGA:Bawa Spanyol Juara EURO 2024, Mikel Oyarzabal Dianggap Sebagai Penghianat
BACA JUGA:Berikut Tekanan Ban yang Ideal Agar BBM Tidak Boros