Menara bisa minta bantuan pesawat lain yang terbang di sekitar Batik. Tidak berhasil kontak. Kecurigaan pun kian tinggi: pilot dan copilotnya tertidur.
Maka menara punya rencana berikutnya: membangunkan mereka dengan cara lain. Tunggu dua menit lagi. Tunggu genap 30 menit.
Caranya: menara akan meminta bantuan TNI-AU untuk melacak keberadaan Batik Air itu: dengan pesawat tempur kecepatan tinggi. Pesawat tempur itu akan bermanuver di dekat Batik Air tersebut –dengan suaranya yang menggelegar.
Sebelum itu dilakukan ternyata pilot sudah terbangun. Rupanya auto-bangun di otak pilot juga berfungsi: bisa bangun sebelum 30 menit.
Saya juga tenang saja di tengah guncangan cuaca buruk. Saya percaya pada ilmu pengetahuan. Pada teknologi pesawat. Juga pada prosedur tesnya: sebelum pesawat diizinkan beroperasi pasti sudah dicoba terbang di cuaca yang terburuk yang pernah ada.
BACA JUGA:PSG Serius Dapatkan Marcus Rashford
BACA JUGA:Peringatan Tottenham
Tentu tesnya di komputer. Tapi itu sudah cukup –terutama bagi yang percaya ilmu sebagai anugerah Tuhan.
Belakangan memang terjadi beberapa musibah beruntun di udara. Januari lalu pintu pesawat lepas begitu saja. Jatuh ke bumi. Posisi pesawat lagi terbang tinggi di atas kota Portland, California.
Berita baiknya: tidak ada penumpang yang terlempar keluar. Padahal udara luar pasti menyedot dalamnya pesawat dengan sedotan sangat kuat.
Hebat. Berarti semua penumpang begitu disiplin: mengenakan sabuk pengaman. Hanya dengan itu penumpang tidak terlempar: sabuk pengaman.
Minggu ini ada kejadian lain: pesawat 787 mendadak ''jatuh'' dari puncak ketinggiannya. Pesawat dari Sidney ke Selandia Baru. Tersentak ke bawah. Begitu banyak yang terluka: 50 orang –12 di antaranya harus masuk rumah sakit. Mereka terlempar dari kursi. Membentur kursi lain. Membentur langit-langit pesawat.
BACA JUGA:Osasuna vs Madrid : 2-4
BACA JUGA:10 Cara Hindari Dehidrasi Saat Berpuasa
Penyebabnya satu: mereka tidak mau tetap pakai sabuk pengaman.