Ramu Umar

Umar Patek dan kemasan Kopi Ramu, brand kopi yang dijual di Hedon Estate.-Foto: Disway-Gus munir
"Kami diminta hadir ke kamp militan? Mana bisa? Kami ini pendeta Kristen. Kami bisa dibunuh di sana," ujar calon mertua.
Umar pun menjamin keamanan mereka. Maka, saat pernikahan itu, calon mertua datang lengkap dengan saudara-saudaranya. Juga, dua adik calon istrinya.
Umar menyewa sebuah rumah di dekat kamp militan. Mereka bermalam di situ. Sampai hari pernikahan.
BACA JUGA:Tips Jitu Menyimpan Daging Kurban Agar Awet, Baik di Kulkas Maupun Tanpa Kulkas
BACA JUGA:Bolehkah Menyimpan Daging Kurban Lebih dari Tiga Hari? Ini Penjelasan Ulama Berdasarkan Hadis
"Saya sulit membayangkan bagaimana bisa Anda mengundang orang luar masuk ke kamp militan...." kata saya kepada Umar.
"Jangan dibayangkan itu seperti barak militer," ujar Umar. "Itu seperti kampung biasa. Kampung terbuka. Luas kampung itu seperti satu kecamatan di sini," jawab Umar.
Pada hari perkawinan, Umar berhasil meyakinkan pimpinan kamp militan agar keamanan keluarga istrinya dijamin. Termasuk keamanan perasaan mereka. Salah satu caranya: menghapus adat yang bisa dianggap menakutkan.
Menurut Umar, di kamp itu perkawinan harus dilaksanakan dengan adat militan. Yakni, begitu mempelai selesai mengucapkan akad nikah, terdengarlah rentetan suara tembakan ke udara.
"Jangan lakukan itu. Nanti keluarga istri saya takut," pinta Umar.
Permintaan tersebut dipenuhi. Tidak ada tembakan ke udara.
Umar tidak lama di Filipina Selatan. Ia tidak aman. Sering jadi sasaran operasi militer. Beberapa kali juga Umar diberitakan tewas dalam sebuah operasi antiteror.
Ketika suasana tidak lagi aman, Umar meninggalkan Mindanao. Istri diajak serta. Umar menelusuri balik jalan ketika ia datang ke sana. Lewat Tawao (Sabah) ke Nunukan. Lalu, ke Tarakan dan ke Jakarta.