PALEMBANG – Kuasa hukum dua tersangka dalam kasus mega korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang batu bara senilai Rp555 miliar, menantang Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan untuk lebih serius mengusut keterlibatan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lahat.
Rizal Syamsul SH, kuasa hukum Budiman dan Gusnadi, dua dari enam tersangka petinggi PT Bara Centra Sejahtera (BCS), pada Rabu, 18 September 2024, menyatakan bahwa dugaan keterlibatan pihak birokrat dalam kasus ini sangat kuat. Berdasarkan pemeriksaan kliennya, terdapat indikasi aliran dana kepada pihak lain yang patut didalami.
"Ini perkara besar, kemungkinan ada kekuatan besar yang terlibat. Penambangan tidak bisa berjalan tanpa keterlibatan birokrasi di Pemkab Lahat," tegas Rizal. Ia juga menekankan perlunya penyidik mendalami kemungkinan aliran dana kepada pihak ketiga, termasuk kontraktor yang terlibat dalam pekerjaan tambang tersebut.
BACA JUGA:Viral, Eko Wasit Asal OKU Timur Dipukul Pemain Hingga Terkapar di PON XXI Aceh-Sumut
BACA JUGA:Imbang di Kandang, Sriwijaya FC Gagal Bangkit
Rizal berharap Kejati Sumsel tidak melakukan "tebang pilih" dalam menetapkan tersangka dan mengusut tuntas keterlibatan pihak-pihak lain. "Kami yakin penyidik profesional dalam menangani perkara korupsi ini," ujarnya.
Sebelumnya, keenam tersangka telah kembali menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel pada Selasa, 17 September 2024, untuk melengkapi berkas penyidikan.
Dalam kasus ini, PT Bara Centra Sejahtera (BCS) diduga melakukan penambangan ilegal di luar wilayah IUP Operasi Produksi (IUP OP) miliknya, dengan masuk ke area IUP OP milik PT Bukit Asam Tbk, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Para tersangka diduga terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan milik warga yang berada dalam wilayah izin PT Bukit Asam.
BACA JUGA:Melaju ke Final, Sabar/Reza Melaju Tak Gentar Hadapi Peraih Emas Olimpiade
BACA JUGA:Gelandang Timnas Indonesia, Tom Haye Gabung Almere City FC
Kasus ini juga melibatkan tiga oknum ASN Pemkab Lahat, yaitu Misri, mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Lahat (2010-2015), serta Saifullah Apriyanto dan Lepy Desmianti, yang saat itu menjabat sebagai Kasi di Dinas Pertambangan dan Energi Lahat. Ketiganya diduga membiarkan penambangan ilegal berlangsung tanpa pengawasan.
Akibat dari kegiatan ilegal ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp555 miliar, sebagian besar disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. (*/res)