Ia mengungkapkan isi pertemuan tersebut yakni terkait pembahasan mengenai anggaran pokir DPRD OKU, dimana saat itu memang terjadi keterlambatan dalam proses pengajuan sehingga pokir menjadi salah satu topik utama yang didiskusikan.
BACA JUGA:Kadin PUPR dan Kabag Humas DPRD di Banyuasin Jadi Tersangka
BACA JUGA:Kejati Sumsel Bikin Heboh, Geledah PUPR dan ULP di Banyuasin
Parwanto juga mengatakan jika pertemuan tersebut turut dihadiri oleh terdakwa Nopriansyah selaku mantan Kadis PUPR OKU, serta Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) OKU, setiawan.
"Jadi, mekanisme usulan pokir sebenarnya sudah jelas melalui sistem elektronik (e-pokir). setiap tahun pokir diinput secara resmi pada awal tahun anggaran," jelasnya.
Nah, usulan pokir selalu ada setiap tahun. Contohnya pada 2024 lalu, kami masukkan usulan pokir lewat e-pokir pada Januari sampai Maret. Itu mekanisme resmi yang berlaku, ungkapnya..
Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU KPK, keempat tersangka didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp3,7 miliar terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) OKU tahun 2025.
BACA JUGA:Pelamar CPNS Kementerian PUPR Lampaui Kuota Formasi
BACA JUGA:Sita Rp36 Miliar dari Kasus Korupsi di PUPR Langkat
"Keempat terdakwa menerima uang sebesar Rp1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso dan Mendra alias Kidal, serta Rp2,2 miliar dari M Fauzi alias Pablo dan Ahmat Thoha alias Anang," kata JPU KPK.
Yang mana, lanjut JPU, uang Fee yang diberikan kepada keempat terdakwa berasal dari proyek-proyek pokok pikiran (Pokir) DPRD OKU tahun anggaran 2024-2025 di Dinas PUPR.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tipikor, dengan alternatif dakwaan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Nsw/Kur)