Perang Listrik

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin. -Foto: Disway-Gus munir
Oleh: Dahlan Iskan
Tidak ada lagi istilah diplomasi empat mata. Terjadi kali kedua: Presiden Donald Trump menerima kepala pemerintahan Irlandia di depan media. Juga di Gedung Putih. Maka pertemuan yang seharusnya empat mata pun bisa disaksikan publik secara live.
Bedanya: kali ini tidak terjadi pertengkaran. Tidak seperti saat Trump menerima Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Dalam peristiwa kedua ini Perdana Menteri Irlandia Micheál Martin praktis hanya seperti jadi penonton konferensi persnya Trump. Yakni penonton yang waswas: jangan-jangan wartawan memancing-mancing Trump soal perdagangan antar dua negara.
Wartawan pasti memancingnya. Masalahnya: apakah Trump terpancing.
BACA JUGA:Ayah Gasak Anak Kandung Bertahun-tahun
BACA JUGA:PITI Kecam Aksi Predator Mantan Kapolres Ngada
Pasti. Trump mudah terpancing. Maka keluarlah kata-kata pedas yang tidak biasa diucapkan dalam sebuah diplomasi. Basa-basi di awal pertemuan tidak ada maknanya lagi. Trump langsung menyemprot tamunya tanpa melihat ke wajah sang tamu.
Memang, kata Trump, hubungan kedua negara sangat baik. Tapi apa arti ''baik'' itu kalau di pihak Amerika Serikat terus-menerus mengalami defisit perdagangan. Sangat besar. Amat sangat besar. Berpuluh tahun.
Trump terus nerocos ke arah wartawan –seperti mengabaikan tamunya. Irlandia, katanya, telah mencuri kesempatan di hubungan baik itu. Sayang tidak diperlihatkan mimik Martin saat kata-kata itu dilontarkan: kesal, marah, menahan diri atau masam.
Trump baru mau sedikit menoleh ke Martin saat ia mengucapkan ini: "orang-orang Irlandia ini memang pintar-pintar. Amerika yang bodoh". Dan itu, katanya, tidak akan terjadi lagi.
BACA JUGA:Siapkan 20 RIbu Rumah Subsidi untuk Guru
BACA JUGA:Kelelahan, Raffi Ahmad Sempat Dirawat di Rumah Sakit
Martin sempat bicara sedikit: bahwa Irlandia sudah banyak membeli pesawat buatan Amerika, Boeing. Tapi itu hanya bisa sebentar menghibur Trump. Ia kembali mempersoalkan negara-negara yang mengaku sahabat Amerika tapi mengeruk keuntungan dari persahabatan itu.