Oleh: Dahlan Iskan
Saya pilih menu empal gentong. Enak sekali. Sampai tambah satu mangkuk lagi.
Saya tidak malu dengan Mbak Yenny Wahid di kanan saya. Juga pada Fadel Muhammad di kiri saya.
Ruang makan di gedung MPR Senayan itu tidak penuh. Saya bisa pindah-pindah meja. Dari meja empal gentong ke meja Mbak Yenny.
Tokoh-tokoh lain pilih langsung pulang. Acara penyerahan putusan MPR ke keluarga Presiden Abdurrahman Wahid memang sudah selesai. Tinggal makan-makan.
BACA JUGA:Tolak QR Code, PRia Ngamuk di SPBU
BACA JUGA:Guru Ngaji Cabuli Santri
Saya perlu makan agak lama agar mendapat bahan tulisan ini lebih lengkap.
Saya pun bisa bertanya ke Mbak Yenny: soal justru Partai Kebangkitan Bangsa yang usul agar Tap MPR yang berisi pelengseran Gus Dur dicabut.
"Memang bagi kami itu ganjalan besar sih. Kelak bisa dikapitalisasi PKB di akar rumput," ujar Mbak Yenny. "Padahal masalah kami dengan PKB belum selesai," tambahnyi.
Saya juga lama tidak bertemu Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Saya sengaja pilih satu lift dengan mantan ketua umum Partai Keadilan Sejahtera itu.
BACA JUGA:Refleksi Pengelolaan Reforma Agraria di Indonesia
BACA JUGA:Sidang Kasus Pembunuhan Siswi AA Digelar Tertutup
Dari cerita Nur Wahid saya baru tahu bagaimana asal-usul pencabutan tiga Tap MPR sekarang ini.
Awalnya pimpinan MPR menerima surat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Itu sekitar dua minggu sebelum Laoly diganti. Isinya: minta Tap MPR yang menyatakan Presiden Bung Karno terlibat G30S/PKI dicabut.