PALEMBANG - Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang telah menetapkan seorang oknum analis kredit dari Bank Sumsel Babel (BSB) berinisial EDA sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit.
Penetapan ini dilakukan pada Rabu, 11 September 2024, setelah penyidik merasa memiliki cukup bukti untuk menjerat EDA.
EDA ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam pemrosesan kredit dengan menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) palsu atau fiktif pada tahun 2019 dan 2020.
Kerugian negara akibat tindakan EDA, bersama dengan tersangka lainnya FI dan KK yang sebelumnya sudah ditahan, diperkirakan mencapai Rp5,4 miliar.
BACA JUGA:3 Direktur Swasta Pemberi Gratifikasi Pajak Divonis Pidana Penjara
BACA JUGA:Sosok Diduga Ketua PPS Digrebek Sedang Berduaan di Kamar Penginapan Banyuasin
Menurut rilis yang diterima, penahanan EDA selama 20 hari ke depan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 21 Ayat 1 KUHAP yang mengatur penahanan terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana berat.
EDA akan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Tim penyidik Kejari Palembang juga berencana melakukan penyitaan dan penggeledahan untuk mendapatkan tambahan alat bukti terkait perbuatan para tersangka.
EDA, yang tampak pasrah saat ditetapkan sebagai tersangka, terlihat memeluk suami sebelum digiring ke mobil tahanan.
BACA JUGA:Bayi 10 Bulan di Palembang Miliki Kelamin Ganda
BACA JUGA:Tak Kembaikan Uang Rp3,5 Miliar, Oknum ASN Pemkot Prabumulih Dipolisikan
Sebelumnya, dua orang debitur BSB, FI dan KK, juga telah ditetapkan sebagai tersangka. FI adalah kuasa Direktur CV Nadilah dan CV Adiwijaya Karya, sedangkan KK adalah Kuasa Direktur CV Izzataka dan CV Jaya Agung Mandiri.
Keduanya diduga turut serta dalam tindak pidana korupsi dengan menggunakan SPK palsu untuk mendapatkan fasilitas kredit. Kerugian negara dari perbuatan mereka juga sebesar Rp5,4 miliar.
Kasus ini menjadi perhatian serius karena melibatkan jumlah kerugian yang signifikan dan pelaku yang memiliki posisi penting di bank.
Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara. (*)