Sementara itu, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (UUPK), Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud telah membawa transformasi signifikan dalam pengelolaan kebudayaan di Indonesia.
BACA JUGA:Wilmar Padi Indonesia Dinilai Masyarakat Berdampak Negatif
BACA JUGA:BRI Setor Dividen Paling Tinggi dari BUMN dengan Nilai Rp23,2 Triliun
Dalam hal ini, perencanaan kebijakan kini bersifat partisipatif, melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan secara langsung (bottom-up).
"Seni tradisi seringkali bukan sekadar tontonan, melainkan bagian dari ritual dengan makna yang mendalam," tutur Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek Hilmar Farid.
Menurutnya, praktik spiritual dan kultural di tengah masyarakat yang semakin modern cenderung memudar sehingga apresiasi terhadap seni tradisi menjadi sulit.
Solusinya adalah memperbarui atau memodifikasi seni tradisi agar lebih mudah diakses. Misalnya, menghadirkan versi ringkas dari tarian panjang tanpa menghilangkan maknanya."
BACA JUGA:Galaxy Ring, Cincin Pintar untuk Pantau Kesehatan dan Olahraga, Berikut Spesifikasinya
BACA JUGA:Suzuki Hadirkan Mobil Listrik eVX di GIIIAS 2024
Hilmar menambahkan, pentingnya memasukkan seni tradisi dalam pendidikan agar masyarakat memahami bahwa ini bukan hanya tontonan, melainkan juga bagian dari praktik kultural dan spiritual.
"Edukasi ini penting untuk mengurangi kesenjangan apresiasi seni tradisi," pungkasnya.(*)
BACA JUGA: Xiaomi Akan Segera Luncurkan Poco M6 Plus, Berikut Bocoran Spesifikasinya !
BACA JUGA:Honor Magic V3 Smartphone yang Bisa Bertansformasi Sesuai Kebutuhan Anda