Meskipun pasokan sudah lancar, Heru tidak serta-merta membuka produksi sendiri. Ia memilih belajar terlebih dahulu.
Pada tahun 2012, ia menjalani proses magang membuat kemplang panggang hingga akhirnya berani memperkenalkan produk dengan nama Kemplang Tata.
BACA JUGA:Listrik Sering Padam di Kisam Tinggi, UMKM Jahit Rugi dan Produksi Terganggu
BACA JUGA:Dukung UMKM OKU Lewat Momentum Sosial dan Tradisi Lokal
Lokasi warungnya sempat berada di simpang tiga Taman Kulak, namun sejak 2020 ia memindahkannya ke pinggir jalan lintas agar lebih mudah diakses oleh pengguna jalan.
“Dulu pembelinya hanya warga sekitar. Sekarang lumayan, banyak juga yang lewat mampir beli,” katanya.
Di warung tersebut, Heru mempekerjakan lima orang tenaga panggang. Masing-masing mampu memanggang hingga 700 keping kemplang per hari, sehingga total produksi bisa mencapai 3.500 keping setiap harinya.
Para pekerja ini dibayar Rp70 per keping, yang jika dijumlahkan menjadi biaya produksi yang cukup besar.
BACA JUGA:Dukung UMKM OKU Lewat Momentum Sosial dan Tradisi Lokal
BACA JUGA:UMKM Perempuan Naik Kelas, PLN Torehkan Prestasi TJSL
Namun, usaha ini tak lepas dari kendala. Penjualan kadang laris manis hingga stok ludes dalam sehari, namun bisa juga sepi jika hujan deras mengguyur atau lalu lintas jalanan lengang.
“Kalau hujan, bara api susah menyala. Kemplang bisa jadi keras dan nggak laku,” ucap Heru.
Masalah lain datang dari pasokan arang dan listrik. Jika arang terlambat datang atau listrik padam, aktivitas memanggang pun terhenti.
“Kalau mobil pembawa bahan mogok atau arang belum datang, ya harus sabar. Sekarang mobil pengangkut tinggal dua unit,” katanya.
Meski berbagai hambatan kerap menghadang, Heru tak pernah menyerah. Ia terus menjaga bara semangat di balik asap panggangan, bukan hanya demi menghidupi warungnya, tapi juga membuka peluang kerja bagi warga sekitar.
BACA JUGA:INACRAFT Pastikan UMKM Mampu Naik Kelas