Miskin Bermartabat

Selasa 25 Feb 2025 - 21:19 WIB
Reporter : Gus Munir
Editor : Eris Munandar

Saya juga tidak bisa menuliskannya.

Nisan itu sedang ditutup terpal. Di sekujur nisannya yang panjaaaaang sekali. Sekitar tiga kali lipat lebih panjang dari nisan sultan Raden Patah di samping masjid Agung Demak.

Di dalam bangunan itu juga penuh dengan andang --scaffolding. Beberapa orang bekerja di atas andang itu. Bersih-bersih. Mengecat.

Kiai sepuh itu pun memimpin doa. Pendek. Sambil berdiri. Tidak ada kekhusukan seperti di makam Gus Dur di Tebuireng, Jombang.

Keluar dari makam lebih banyak lagi yang mengerubung. Juga para wanita. Anak-anak.

BACA JUGA:Dugaan Penyimpangan dalam Proyek PG Djatiroto

BACA JUGA:5 Tips Memilih Outfit yang Cocok untuk Ramadan

Lalu saya lihat dua lelaki perlente masuk ke makam. Gagah. Berjas. Berdasi. Wajahnya seperti keturunan Arab.

"Assalamu alaikum," sapanya. "Kami dari Toronto".

"Kanada?”

"Yes".

Kami pun ngobrol sambil berdiri. Tidak ada tempat duduk. Tidak ada gasebo. Tidak ada tempat berteduh.

"Kami lahir di desa ini. Besar di Addis Ababa. Sekarang tinggal di Toronto".

"Sering ke sini?"

"Sering. Sesekali".

Jelaslah mereka masih keturunan yang dimakamkan di situ. Obrolan selesai.

Kategori :

Terkait

Jumat 09 May 2025 - 19:44 WIB

Kejagung Baru

Kamis 08 May 2025 - 20:02 WIB

Bebas Bully