BACA JUGA:Pesta Gol dari Southampton, Chelsea Perkecil Jarak dari Pemuncak Klasemen
Garuda minta waktu lebih panjang: dua bulan. Pengadilan mengabulkan.
Saya bisa membayangkan betapa stres direksi Garuda di bulan-bulan itu. Betapa panjang jam kerja mereka. Malam bisa seperti siang dan siang tetap saja siang.
Akhirnya Garuda berhasil merumuskan syarat perdamaian. Pertama: semua utang harus dipotong sampai 80 persen. Kecuali utang ke sesama BUMN.
Dengan demikian Garuda tinggal membayar 20 persennya.
Dapat potongan sebanyak sekitar Rp 140 triliun adalah prestasi direksi yang tidak boleh dilupakan.
BACA JUGA:5 Tips Merawat Hijab dan Busana Muslim Agar Tetap Awet dan Elegan
BACA JUGA:Resep Sambal Terong, Praktis untuk Hidangan Nikmat Tanpa Ribet
Garuda masih mengajukan syarat lain: dari sisa 20 persen itu yang dua pertiganya dibayar dengan saham. Sedang yang sepertiganya harus mau dicicil selama 10 tahun.
Usulan itu ditawarkan kepada para kreditur. Siapa setuju, siapa menolak. Dilakukanlah pemungutan suara: 18 kreditur tidak mau menerimanya, 347 kreditur mau menerimanya. Berarti 5 persen menolak, 95 persen menerima.
Pengadilan pun membuat putusan: 22 Juni 2022. Putusannya: homologasi. Perdamaian.
Betapa sulit direksi Garuda "merayu" satu per satu kreditur yang akan memberikan suara di voting itu.
BACA JUGA:Cara Mudah Membuat Getuk, Camilan Legendaris dengan Sentuhan Modern
BACA JUGA:Menteri Pertahanan Korsel Kim Yong-hyun Mengundurkan Diri Akibat Darurat Militer
Merayu 347 perusahaan tidaklah mudah. Apalagi sebagian dari luar negeri. Mereka berhasil: 95 persen setuju atas syarat yang diajukan Garuda.
Dengan demikian utang yang perlu dicicil Garuda tinggal sekitar Rp 10 triliun. Atau kurang. Itu pun dibayarkan selama 10 tahun.