Lalu kami dibawa masuk ke lab partikel material. Lab coating. Lab tentang cara kerja otak. Lab microskop. Dan banyak lagi.
BACA JUGA:Sriwijaya FC Tumbang 2-4 dari Persiraja Banda Aceh, Bermain Lepas Meski Hanya 10 Pemain
BACA JUGA:Ronaldo Makin Dekati Rekor Gol Legendaris Milik Pele
Fauziyah juga mengajak kami ke gedung lain. Melewati taman-taman, halaman, dan jalan aspal. Langkah Fauziyah cepat sekali. Sudah seperti orang Amerika.
Total, empat gedung yang kami masuki. Terpisah jauh-jauh. Semuanya lab. Yang terakhir adalah lab penelitian serangga. Fauziyah akan menjadi doktor serangga. Khususnya capung.
Ketika masih di Kebumen, masih di SMA, Fauziyah terpana akan capung. Hari itu hujan lebat. Hujan angin.
Seekor capung terbang di tengah badai. Terlihat kuat terbang melawan angin. Sayapnya tidak menjadi berat karena basah.
BACA JUGA:Ruud van Nistelrooy Resmi Nahkodai Leicester
BACA JUGA:6 Tips Fashion untuk Tampil Modis dan Percaya Diri
Ketika kuliah di jurusan biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fauziyah bertemu profesor tamu dari Finlandia.
Dia diskusikan capung itu. Setelah sang profesor pulang kampung, Fauziyah ditelepon: boleh mendalami capung di Finlandia selama enam bulan.
Ketika SMP di Kebumen itu Fauziyah tinggal di pondok pesantren --untuk belajar agama. Pun ketika masuk SMA di Yogyakarta dia tinggal di pondok.
Melihat capung nan sakti, critical thinking Fauziyah berputar. Dia tidak bersikap pupus ”itu keajaiban dari Allah”.
BACA JUGA:Kapten Sriwijaya FC Diganjar Kartu Merah, Tertinggal 0-1 dari Persiraja di Babak Pertama
BACA JUGA:Cara Cerdas Memanfaatkan Topik Viral TikTok Agar Kontenmu Masuk FYP
Dia berpikir dan bertanya-tanya: ada unsur apa di sayap capung sampai kalis pada air. Lalu: pergerakan sayap seperti apa yang membuatnya mampu terbang melawan badai.