Rujak Solo

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa berjabat tangan dengan Misbakhun usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR.-Antara Foto-
Waktu itu terjadi kesalahan yang luar biasa. Dari sisi moneter suku bunga dibuat sangat tinggi, sampai 60 persen. Harusnya peredaran uang menjadi sangat seret. Tapi peredaran uang justru tumbuh 100 persen. Ternyata kita cetak uang. Lalu apa gunanya suku bunga dinaikkan sampai 60 persen. Yang bikin swasta mati. Sedang naiknya peredaran uang bikin rupiah jatuh. Dua mesin ekonomi mati bersamaan.
"Bukan karena bodoh. Kita memang belum punya pengalaman krisis," ujar Purbaya --tumben, kali ini ada kalimat bijaksana. Saat krismon itu Purbaya baru menyelesaikan gelar doktor ekonomi dari Purdue University, Indiana, Amerika.
Saat krisis uang ketat 2007, Purbaya ingatkan itu ke tim SBY untuk menghindari terjadi krisis berulang. Ia bicara dengan Bright --grup think-thank-nya Presiden SBY. Krisis pun terhindarkan. Sampai muncul istilah ”SBYnomic” waktu itu.
Saran yang sama disampaikan lagi oleh Purbaya pada Presiden Jokowi tujuh tahun kemudian: ketika krisis uang ketat tahun 2015. "Pak Jokowi ambil langkah cepat. Ekonomi jalan lagi," katanya.
BACA JUGA:Disway Gratis
Tujuh tahun berikutnya kumat lagi. Pertumbuhan uang beredar ketat lagi. Ingatan yang sama disampaikan Purbaya ke Jokowi. Di saat Covid. Ekonomi selamat.
Pertengahan tahun 2024 terjadi lagi. Kali ini belum periode tujuh tahunan. Uang ketat lagi. Pertumbuhan uang beredar kembali ke angka 0.
Purbaya sudah menjadi Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Akibatnya, ekonomi sangat lesu. Muncul tagar "Indonesia Gelap". Yang disalahkan: kondisi global. Padahal ada yang di kendali kita sendiri.
Di awal masa jabatan Presiden Prabowo (Januari-April) pertumbuhan uang beredar membaik. Maka di akhir April 2025 Purbaya merasa gembira. Indonesia kembali cerah. Tidak akan terjadi krisis.
BACA JUGA:Disway Malang
BACA JUGA:Event Disway Mancing 2024, Wartawan TVRI Raih Juara 1
Tapi di bulan Mei-Juni-Juli-Agustus 2025 ekonomi dicekik lagi --istilah "dicekik" ini diucapkan Purbaya beberapa kali. Pertumbuhan uang beredar kembali menjadi 0.
Dua mesin ekonomi kita, dua-duanya mati. Bank menaruh uang di bank --di Bank Indonesia. Pemerintah juga menaruh uang di Bank Indonesia. Di Bank Indonesia uangnya santai-santai --maksudnya: mengendap.
"Padahal pertumbuhan ekonomi kita 90 persen ditentukan oleh domestik," katanya.