“Jika ‘kontrol publik’ yang dimaksud mengarah pada intervensi terhadap hak-hak warga, hal ini berpotensi membahayakan iklim demokrasi di Muba,” tambah Bagindo.
BACA JUGA: Keseruan Halloween Dunia di Tahun 2024
BACA JUGA:Bupati OKU Selatan dan BPK RI Bahas Evaluasi APBD 2023
Alih-alih membangun kedekatan dengan warga, pendekatan tersebut dianggap justru dapat memunculkan praktik anti-demokrasi.
Demokrasi yang sehat menekankan kebebasan berekspresi dan ruang publik yang terbuka sebagai fondasi transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Menurut Bagindo, jika Toha Tohet benar-benar berniat melakukan “kontrol publik,” itu menunjukkan kurangnya pemahaman tentang demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Lebih jauh, jika ia tidak bermaksud menyampaikan hal tersebut, itu mengindikasikan ketidakmampuan memahami pertanyaan dari panelis.
BACA JUGA:Tangkap Pelaku Pencurian Motor dengan Modus Bobol Rumah
BACA JUGA:Amankan Audiensi Masyarakat di DPRD OKU
Menariknya, dalam debat ini, Toha Tohet sendiri mengakui bahwa pasangan calon nomor urut 01, Ir. Hj. Lucyanti SE dan Dr. H. Syafruddin SH MH, memiliki pengalaman dan pendidikan yang lebih unggul.
“Kami memang belum sepadan,” ujarnya, menekankan pentingnya pengalaman dalam pemerintahan.
Debat ini tidak hanya sebagai wadah untuk memaparkan visi dan misi para kandidat, tetapi juga menggambarkan harapan dan tantangan masyarakat Muba di masa depan.
Pertanyaan utama yang perlu dijawab adalah apakah program-program ambisius yang diusulkan dapat diwujudkan tanpa mengorbankan keberlanjutan pembangunan daerah. (*)