Sikap Keuangan

Senin 28 Oct 2024 - 21:27 WIB
Reporter : Gus Munir
Editor : Eris Munandar

"Uang kita yang di tangan orang harus ditagih sampai dapat".

Maka menarik untuk melihat sikap Sri Mulyani berikutnya: apakah dia tetap seorang ahli keuangan yang punya sikap keuangan. Terutama dalam melihat membengkaknya birokrasi.

Rasanya belakangan Sri Mulyani sudah lebih fleksibel. Dulu saya lihat Sri Mulyani sangat keras dalam hal keuangan. Saya bisa melihatnyi dari jarak agak dekat.

BACA JUGA:Menag Ingin Pastikan Haji 2025 Tanpa Kendala

BACA JUGA:Gelar Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Ajak Pemuda Berkontribusi Positif

Kini saya melihatnya dari jarak jauh. Mungkin saja penglihatan saya salah. Saya menandai bahwa Sri Mulyani tidak sekeras dulu.

Misalnya: bagaimana dia setuju atas proyek-proyek yang menyerap dana yang begitu besar. Termasuk proyek yang awalnya tidak akan menggunakan negara akhirnya ke APBN juga.

Mungkin yang di atas Sri Mulyani jauh lebih pintar. Lebih pintar dari Sri Mulyani. Untuk mendapat persetujuannyi dijanjikanlah proyek besar tersebut tidak akan mengganggu APBN.

Bukan pura-pura. Diusahakan sungguh-sungguh untuk tidak pakai APBN. Ternyata tidak gampang. Proyek harus berjalan. Sudah telanjur dikerjakan. Penyelamatan harus dilakukan.

BACA JUGA:Ganggu Lalulintas, Bersihkan Material Tanah Longsor

BACA JUGA:Minta Perhatikan Legalitas Tanah di Pemerintahan Mulai Kabupaten hingga Desa

Dalam bisnis selalu ada sikap seperti ini: rugi Rp 1 miliar itu baik. Lebih baik dari rugi Rp 10 miliar. Inilah yang disebut sisi baik dari sebuah rugi.

Rugi Rp 10 miliar itu baik. Lebih baik dari rugi Ro 100 miliar. Punya tabungan Rp 1 triliun di lemari lebih baik dari hanya punya simpanan Rp 50 juta.

Rasanya Sri Mulyani sering dihadapkan pada situasi penyelamatan seperti itu. Tidak hanya sekali.

Apakah dia akan menghadapi persoalan yang sama di lima tahun ke depan?

BACA JUGA:Modus Hipnotis Tepuk Bahu, Satpam LRT Palembang Kehilangan Motor

Kategori :