PALEMBANG - Syafruddin (43), ayah kandung dari korban AA, remaja putri 13 tahun yang tewas setelah dirudapaksa oleh empat pelaku anak di bawah umur, bertemu dengan pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea di Jakarta pada Rabu malam, 11 September 2024. Syafruddin dan kakak perempuannya meminta bantuan hukum untuk mendapatkan keadilan atas peristiwa tragis yang telah menghancurkan hidup keluarga mereka.
Dalam pertemuan tersebut, Syafruddin mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan kasus ini, khususnya terkait keputusan yang hanya menghukum para pelaku dengan rehabilitasi. Menurut Syafruddin, hukuman tersebut tidak setimpal dengan perbuatan para pelaku yang telah merudapaksa dan menghilangkan nyawa putrinya.
"Saya merasa ini sangat tidak adil bagi kami. Anak kami sudah dibunuh dan diperkosa secara bergiliran. Kami mohon agar para pelaku dihukum seberat-beratnya, bukan hanya direhabilitasi," ucapnya dengan emosi yang mendalam.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Periksa 2 Kuasa Hukum Kasus Yayasan Batanghari Sembilan
BACA JUGA:Mantan Ketum KONI Sumsel Divonis 1 tahun penjara. Terbukti Salahi Kewenangan
Hotman Paris, melalui akun media sosial pribadinya, mengonfirmasi pertemuan tersebut dan menyatakan bahwa keluarga korban meminta pengadilan melakukan terobosan hukum dalam kasus ini. Meski pelaku masih di bawah umur, perbuatan mereka yang brutal dan menyebabkan hilangnya nyawa harus mendapat perhatian lebih.
"Orang tua korban berharap pengadilan berani mengambil langkah hukum yang tegas. Perilaku pelaku yang menyerupai tindakan orang dewasa tidak bisa dibiarkan hanya karena mereka masih di bawah umur," tulis Hotman.
Kasus yang melibatkan IS (16), otak dari peristiwa rudapaksa dan pembunuhan, juga mengejutkan lingkungan sekolahnya. Guru-guru di SMA Nurul Amal Palembang, tempat IS bersekolah, mengaku kaget ketika mengetahui keterlibatan IS dalam kejahatan ini.
BACA JUGA:Minta Aparat Tak Terlibat Konflik Tapal Batas Muratara-Muba
BACA JUGA:Sengketa, Kejari OKI Pasang Plang di Hutan Kota Kayuagung
Sementara itu, Candra, Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Klas I Palembang, menjelaskan bahwa proses hukum telah dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun 2012. Menurut aturan ini, anak di atas 14 tahun wajib dipidana, sementara anak di bawah 14 tahun hanya bisa dikenai tindakan rehabilitasi.
Keluarga korban berharap agar hukum dapat ditinjau ulang sehingga pelaku mendapatkan hukuman yang lebih berat dan sesuai dengan perbuatannya. Mereka berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran penting dalam memperkuat perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual. (*)