"Tidak mungkin," tegasnya.
Lalu Aziz bercerita mengenai leluhur Musangking. Ia menyebut satu pulau di tengah sungai Kelantan. Lebar pulau itu 500 meter. Panjang 2 km. Namanya: Pulau Raya. Lokasinya agak di pedalaman: 30 km dari muara sungai.
BACA JUGA:Tahapan Pemilu Serentak Dimulai Hingga September 2024
BACA JUGA:Pengungsi di Jalur Gaza Konsumsi Air Minum Bekas Cucia
Tahun 1700-an, seorang pendatang dari Tiongkok merantau ke selatan. Ia memasuki sungai Kelantan. Sampailah ke pulau itu –belum bernama Raya. Pun belum ada nama Malaysia.
Di pulau kosong itu ia tinggal. Lalu kawin dengan wanita keturunan Thailand.
"Kok wanita Thailand?"
"Banyak wanita Thai di Kelantan. Kan dekat perbatasan," katanya. "Dan lagi kalau kawin dengan wanita Melayu kan harus masuk Islam," tambahnya.
Orang pertama yang membiakkan durian Kunyik di pulau Raya adalah keturunan imigran tersebut. Namanya: Wee Chong Bing. Kalau tidak ada Chong Bing mungkin saja durian Kunyik sudah punah. Dianggap tidak enak. Pahit.
Berkat Chong Bing itulah durian Kunyik berkembang. Disenangi. Lalu jadi Raja Kunyik.
Raja dalam bahasa Mandarin disebut ''wang''. ''Mao'' adalah musang. Atau tupai. Sebangsanya. Itulah binatang yang suka naik pohon durian Kunyik.
BACA JUGA:Lakukan Penyuluhan Cegah Dampak Negatif Penggunaan Gadget dan Game Online
BACA JUGA:Seberangi Sungai, Tinjau Dua TPS Desa Karang Negara
Naik'' disebut ''shang''. Musang menyukai durian. Seperti halnya kepiting menyukai kelapa. Keiting suka naik pohon kelapa. Di Gorontalo. Di sana kepiting paling gurih adalah yang suka naik pohon kelapa itu.
Begitulah kisah Musangking. Dari Kunyik. Lalu menjadi Raja Kunyik. Jadi Maoshangwang. Jadilah Musangking.
Pak Tirto memang sudah mengganti banyak pohon durian lama ke Musangking. Sudah sering panen. Maka lima Musangking ditaruh di depan Aziz. Dibuka. Difoto. Dimakan. Ramai-ramai.