PALEMBANG - Hal yang dikhawatirkan dalam proses kasus dugaan pelanggaran netralitas dengan terlapor oknum kades di Ogan Ilir (OI) akhirnya terbukti. Penyidik Polres OI memutuskan menghentikan penyidikan setelah 14 hari kerja.
Kapolres OI AKBP Andi Baso Rahman melalui Kasat Reskrim AKP Muhammad Ilham menyatakan, pihaknya tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut. Jadi penyidikan dihentikan, katanya, kemarin (30/1).
Namun, AKP Ilham tak mengungkapkan bukti apa yang sebenarnya kurang sehingga memaksa kasus ini di-SP3. Beredar informasi kalau penyidik mempersoalkan tentang wujud kerugian dari caleg-caleg lain akibat perbuatan kades yang mengkampanyekan caleg tertentu.
Dia menambahkan, keputusan itu sudah menjadi kesepakatan bersama dengan Bawaslu dan Kejari OI yang tergabung dalam Gakkumdu. Kami dari Sentra Gakkumdu bersama-sama terkait dengan dugaan ketidaknetralan salah satu kades ini menilai perkaranya tidak cukup bukti. Sehingga kita lakukan penghentian penyidikan. Itu saja yang dapat kami sampaikan,"bebernya.
Pengamat politik di Sumsel, Bagindo Togar mengungkapkan, keputusan ini sebuah preseden buruk dalam perpolitikan di Sumsel. Saat pemerintah berkoar-koar meminta semua ASN hingga ke jenjang terendah untuk netral, tapi keputusan kasus ini malah tak sesuai harapan.
BACA JUGA:Sekda Sumsel: Kenaikan Gaji PNS Picu Inflasi
BACA JUGA:Ketua RT Gratis Tagihan PDAM? Hoaks!
Dengan keputusan ini, maka secara tidak langsung ASN hingga tataran kades tidak akan takut untuk melakukan hal serupa. Makanya ini preseden sangat buruk. Padahal, kita berharap kasus di Ogan Ilir ini jadi contoh bagi yang lain karena videonya sudah viral,cetusnya.
Sejak awal, Bagindo sudah tidak yakin dengan proses kasus dugaan pelanggaran netralitas ini akan terbukti. Ia menilai, alasan tak cukup bukti selalu jadi senjata ampuh untuk menyelesaikan sebuah kasus. Kalau soal kerugian, tidak ada untung rugi dalam demokrasi, imbuhnya.
Dia sempat berikan apresiasi saat Bawaslu OI meneruskan kasus ini ke ranah hukum. Terlihat seperti ada keinginan kuat dari Gakkumdu untuk bertindak tegas. Tapi kini dengan alasan bukti tak cukup, harapan tinggal harapan. Mungkin ada kompromi, win-win solution sehingga akhirnya kasus ini di-SP3, imbuhnya.
Dengan keputusan ini, ucap Bagindo, tidak ada lagi harapan masyarakat terhadap penyelenggara, terutama Gakkumdu. Kita jadi makin pesimis. Mau berharap kepada siapa lagi, tambahnya.
Bagindo menambahkan, kasus ini baru pada tingkat ajakan yang dilakukan oknum kades. Belum pada tingkat pemilihan dan penghitungan suara. Sudah pasti akan semakin rawan dengan pelanggaran dan kecurangan. Pihak yang bermain dan punya kepentingan semakin banyak. Dengan keputusan kasus ringan saja seperti ini, apa yang mau diharapkan untuk kasus lebih berat, cetusnya.
BACA JUGA:Lagi Densus Tangkap 2 Teroris
BACA JUGA:Pelat RF dan QH Resmi Dihentikan, Ini penggantinya
Harapan tersisa kini pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelapor yang tak puas atau caleg yang merasa dirugikan bisa melapor ke DKPP. Ini cara terakhir yang bisa ditempuh, pungkas Bagindo.