Dangkal Dalam

John dan Chris Mohn (pojok kiri dan kanan) bersama seorang pasangan suami istri yang selama ini menjadi sahabat mereka. -Foto: Disway-Gus munir

Ia juga sering ke rumah anak cucunya yang lain. Naik mobil. Dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Naik pesawat. Atau mengemudi mobil sendiri. Usia 85 tahun masih selalu pegang kemudi.

Mereka pun melanjutkan bicara soal pilpres lagi. Saya diminta gabung di forum kejengkelan itu. Saya bergabung. Tapi harus tahu menempatkan diri. Saya tidak boleh menyiramkan bensin ke atas bara yang membara.

Saya hanya bercerita soal kunjungan saya ke rumah masa kecil Kamala di Oakland. Juga soal batalnya rencana begadang sepanjang malam untuk melihat parade kemenangan Kamala di kampungnyi itu.

"Asia rasanya senang dengan kemenangan Trump. Ada jaminan tidak akan ada perang lagi," kata saya.

BACA JUGA:Juara Korea Masters, Putri Kusuma Wardani Bawa Pulang Rp236 Juta

BACA JUGA:Kalahkan Aston Villa, Liverpool Makin Kokoh di Puncak Klasemen

"Bagaimana dengan Tiongkok?" tanya John yang pernah saya ajak ke sana.

"Rasanya Tiongkok juga senang," jawab saya ngawur. "Secara tradisional Tiongkok lebih sulit ketika yang berkuasa di sini Demokrat."

Demokrat lebih mempersoalkan demokratisasi, hak asasi, dan sangat anti totaliter.

Saya tidak ingin melihat reaksi mereka. Saya lari menuruni tangga. Saya harus ingat kepentingan utama saya datang ke rumah John: menyerahkan novel yang ia tulis yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Sudah terbit di Indonesia. Penerjemahnya Anda sudah tahu: Naksin Alhad.

BACA JUGA:Juara ASEAN Futsal Championship 2024, Indonesia Ulang Sejarah 14 Tahun

BACA JUGA:5 Cara Ampuh Menidurkan Kucing Agar Tidak Berisik di Malam Hari

Saya ambil dua novel tebal dari tas saya. Saya serahkan ke John. Juga ke Chris, istrinya. Yang dua orang tidak saya beri. Mereka tak akan bisa membacanya.

Maka pembicaraan pun pindah ke soal novel itu. John berbinar-binar. Sambil menceritakan perjalanannya lebih 10 kali ke Indonesia --mulai Jambi sampai Wamena.

John juga punya kejengkelan lain selain pada Trump. Di novel itu ia menulis soal demokrasi, kebebasan, dan bahayanya totalitarian. Harapannya, waktu itu, Indonesia segera jadi negara demokrasi.

Tag
Share