Dangkal Dalam
John dan Chris Mohn (pojok kiri dan kanan) bersama seorang pasangan suami istri yang selama ini menjadi sahabat mereka. -Foto: Disway-Gus munir
Oleh: Dahlan Iskan
Siapa ini? Aneh. Ada wanita tua yang tidak saya kenal di rumah John Mohn di Lawrence, Kansas. Lalu muncul pula dari dalam salah satu kamar: suaminya.
"Hai Daalan," sapanya.
Uh...tahu pula nama saya.
Meski mengucapkannya dengan logat Amerika ia bersikap seperti sudah mengenal saya. Rupanya John sudah membocorkan kedatangan saya.
Itu ternyata soulmate-nya John. Di masa kuliah dulu. Di Kansas University.
John di jurusan komunikasi jurnalistik, temannya itu di fakultas kedokteran. Sepantaran. Kini sama-sama berusia 85 tahun.
BACA JUGA:Menteri Nusron: Butuh Tata Kelola Pertanahan yang Baik
BACA JUGA:Kapolri Janji Bakal Mundur Jika Terlibat Judi Online
Saya pun permisi dulu menaruh tas. Saya tahu "kamar saya" di sebelah mana: lantai bawah. Begitu saya balik ke lantai atas mereka lagi seru: berdebat bagaimana Donald Trump bisa menang di Pilpres seminggu lalu.
Lantai atas rumah ini sejajar dengan halaman depan. Sedang lantai bawahnya sejajar dengan halaman belakang yang luas dan hijau.
Sebetulnya mereka tidak berdebat. Hanya seperti saling menumpahkan kemarahan. Dua pasangan ini sama-sama anggota Partai Republik tapi memilih Kamala Harris. Bukan karena Kamala lebih hebat, tapi karena tidak suka pada Trump.
Trump, kata mereka, perusak demokrasi.
Mereka merasa sangat depresi. Bagaimana bisa seorang kriminal, pembohong, dan berpotensi diktator terpilih sebagai presiden Amerika.