James Surip

Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir

James gagal melakukan digitalisasi. Program itu dianggap terlalu murah.

Belakangan ia tahu: ada yang ingin memproses pengajuan anggaran di atas Rp 100 miliar. Pakai software asing. James tidak mau tanda tangan.

BACA JUGA:Kemenag OKU Selatan Kenalkan Kelas Digital Kepada Pelajar

BACA JUGA:Terisolir, Hampir Seluruh Rumah Terendam

Dengan digital itu sebenarnya bagi hasil bisa adil. Untuk para penyanyi dan pencipta lagu. Juga adil bagi cafe, bar, karaoke, restoran, hotel lembaga bisnis lainnya.

Semua bisa dimonitor: lagu apa saja yang diputar di mana. Siapa penyanyinya. Lalu pencipta lagu dan penyanyinya dapat bagian berapa.

Tanpa digitalisasi bagaimana mungkin bisa dilakukan.

Cara manual hanya akan memberi peluang penyelewengan di segala lini. Termasuk membuka permainan antara lembaga bisnis dan lembaga yang mengurus pembayaran hak cipta.

Main taksir.

Main mata.

BACA JUGA:Truk Batu Bara Oleng Tabrak Warung

BACA JUGA:James Today

Lembaga yang mewakili artis itu sudah ada: LMKN. Anda sudah tahu singkatan apa itu.

James ikut aktif di kelahiran lembaga manajemen kolektif itu.

James tahu banyak apa yang terjadi di Amerika, Brasil, Eropa dan Asia. Ia memilih berkiblat ke Amerika.

Tag
Share