Badai PHK Gudang Garam Jadi Sinyal Berat

kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang menerpa salah satu raksasa industri hasil tembakau (IHT) Indonesia, PT Gudang Garam Tbk.-Istimewa-
OKU EKSPRES.COM- Jagat maya dihebohkan dengan kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang menerpa salah satu raksasa industri hasil tembakau (IHT) Indonesia, PT Gudang Garam Tbk.
Kabar yang bermula dari video-video perpisahan haru karyawan di media sosial pada awal September 2025 ini sontak memicu kekhawatiran publik dan mengundang komentar dari berbagai pihak, termasuk para pakar ekonomi.
Meski hingga berita ini diturunkan pihak manajemen Gudang Garam belum memberikan keterangan resmi, isu ini telah menjadi cerminan tekanan berat yang dihadapi industri padat karya tersebut dan menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap prediksi ekonomi Indonesia ke depan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menjadi salah satu tokoh yang pertama kali angkat bicara. Menurutnya, jika kabar PHK ini benar, hal tersebut menjadi bukti nyata dari menurunnya daya beli masyarakat.
BACA JUGA:Ramayana Baturaja Tutup Jilid Dua, Karyawan Terancam PHK?
BACA JUGA:Miris Marak PHK di Industri Media
"Ini membuktikan daya beli masyarakat masih rendah, sehingga produksi pabrik menurun," ujar Said Iqbal saat dihubungi oleh Disway.id, Minggu 7 September 2025.
Ia juga menyoroti sejumlah faktor lain yang memberatkan industri, seperti kenaikan cukai rokok yang tinggi dan peredaran rokok ilegal yang semakin marak.
Said Iqbal memperingatkan bahwa gelombang PHK di industri rokok berpotensi meluas dan berdampak pada ratusan ribu pekerja di sektor terkait.
Pandangan Pakar Ekonomi
Para pakar ekonomi telah lama menyoroti tantangan yang dihadapi industri hasil tembakau. Kebijakan cukai yang terus meningkat dan regulasi yang semakin ketat dinilai menjadi pedang bermata dua bagi perekonomian.
BACA JUGA:PANASONIC BAkal PHK 10 Ribu Karyawan Secara Global
BACA JUGA:Optimis Tumbuh Ditengah Gelombang PHK
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, dalam beberapa kesempatan telah memperingatkan mengenai dampak negatif dari regulasi yang terlalu ketat terhadap IHT.