Notre-Dame

Notre-Dame-Photo: istimewa-Gus munir
"Apakah isinya negatif," tanya saya.
"Tidak. Tapi akan menghebohkan," jawab Prof Mun'im. "Masyarakat kita belum akan bisa menerima buku seperti itu," katanya.
Mun'im punya keinginan menerjemahkannya. Ke dalam bahasa Indonesia. Dengan segala risikonya. Ia pernah mengambil risiko yang lebih besar (lihat Disway:Ahli Tafsir).
Prof Mun'im sudah 14 tahun di Notre-Dame. Satu-satunya orang Islam di jurusan teologinya. Ia tidak tahu akan berapa tahun lagi. Ia kerasan di situ. Ia bangga bisa jadi dosen pembimbing di universitas Katolik ini. Prestasi Notre-Dame, katanya, sangat tinggi.
BACA JUGA:Gaji ke-13 Pensiunan 2025 Kapan Cair
BACA JUGA:Nikita Mirzani Sakit, Pelimpahan Kasus Dugaan Pemerasan Ditunda
"Jurusan teologi kami terbaik di dunia," ujar Mun'im. Ia jadi direktur di salah satu programnya. Yakni program kajian “agama-agama dunia dan gereja-gereja di dunia”.
Pernah berturut-turut ranking satu dunia. Sesekali tergeser Harvard tapi naik lagi ke nomor satu.
Di program yang ia pimpin tidak membahas Katolik. Ini universitas Katolik. Khusus untuk Katolik sudah ada jurusan tersendiri. Bahkan ada seminarinya.
Mahasiswa jurusan non agama di Notre-Dame wajib ambil mata kuliah kekatolikan di semester awal. Ini mirip sekolah-sekolah Muhammadiyah di NTT. Siswa Katolik pun harus ikut pelajaran dasar kemuhammadiyahan.
BACA JUGA:Ruben Onsu Terancam Gagal Berangkat Haji Karena Visa Furoda Belum Terbit
BACA JUGA:Aset Yayasan Batanghari Sembilan
"Suasana belajar dan mengajar di sini mirip sekali dengan di pesantren," katanya. Itulah rupanya yang membuat ia kerasan. Dari belajar di pesantren di Prenduan, Sumenep, ke mengajar di Notre-Dame, Indiana, Amerika.
Salah satu mata kuliah di programnya adalah ilmu Alquran. Tanpa Iman. Artinya Alquran di sini dipelajari sebagai ilmu seperti ilmu pada umumnya.
Mahasiswa tentu sering mempersoalkan is Alquran, 'apa buktinya'. Pertanyaan seperti itu tidak hanya diajukan untuk kajian Alquran tapi juga kitab-kitab suci lainnya.