Gadis Embun

Della bersama ayahnya. -Foto: Disway-Gus munir
Aku datang tanpa latar belakang bahasa Mandarin sama sekali. Nol besar. Jadi setiap hari benar-benar seperti menghadapi hal baru yang asing tapi menantang. Hari-hariku di mess Surabaya penuh dengan jadwal padat. Mulai pagi kami belajar.
Di sela-sela itu, kami juga harus mempersiapkan dokumen keberangkatan. Aku bahkan sempat belajar cara menggunakan sumpit. Saya tahu betul hidup di negeri orang butuh adaptasi sampai ke hal terkecil.
Di tengah semua kesibukan itu, satu hal yang paling berat bagiku adalah: jauh dari rumah selama proses persiapan. Aku tidak bisa pulang ke Muncar sejak aku selesai dari Pare dan ikut pengabdian masyarakat beberapa bulan. Saya tidak bisa melihat wajah ibu dan bapak setiap hari. Tapi aku tahu, ini semua bagian dari jalan yang sedang Tuhan buka untukku.
BACA JUGA:Perkuat Sinergi, Kunjungi Lapas Kelas IIB Muaradua
BACA JUGA:Pemberangkatan CJH OKU Selatan 24 Mei 2025
Setelah hampir sebulan, akhirnya aku mendapat kesempatan pulang untuk sebentar saja. Aku kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk bahagia bisa bertemu ibu dan kakak, tapi juga sedih karena harus segera berpisah dengan mereka untuk waktu yang tidak sebentar.
Hatiku semakin berat ketika tahu bahwa aku tidak bisa bertemu bapak, karena beliau sedang bekerja sebagai sopir truk di luar kota. Tapi saya tetap berpamitan lewat video call. Waktu itu, aku hanya bisa menangis dalam diam, melihat wajah bapak yang penuh peluh, tapi tetap tersenyum bangga padaku.
Bapak bilang, hati-hati ya, Nduk. Sing sabar, sing semangat. Doa bapak selalu untuk kamu. Dan aku tahu, itu cukup. Itu sudah lebih dari cukup.
Hari keberangkatan pun tiba. Dengan koper dan harapan, aku melangkah ke bandara. Berat rasanya meninggalkan tanah tempat aku dibesarkan, tapi aku membawa pesan dan doa dari kampungku. Dari Muncar. Dari keluarga yang selalu jadi rumah, tak peduli seberapa jauh aku pergi.
BACA JUGA:Bupati OKU Timur Temui Menko Yusril: Dorong Layanan Paspor & Pembangunan Lapas Baru
BACA JUGA:Usulkan Bangun Jalan Cor Beton hingga Kebutuhan Alat Pertanian
Sekarang aku ada di Tiongkok. Negeri asing yang dulunya hanya bisa kulihat lewat layar dan mimpi. Aku masih belajar banyak hal. Bahasa, budaya, sistem baru. Semuanya masih proses. Tapi aku tidak takut. Karena aku sudah pernah berdiri di titik paling bawah dan tetap bisa bertahan. Jadi aku tahu, aku bisa.
Sekarang aku ada di Tiongkok. Belajar. Berjuang. Menata masa depan. Tak semua hari mudah, tapi aku percaya Tuhan sedang menunjukkan jalanku. Jalur penuh luka, tapi penuh makna.(*)