Gadis Embun

Della bersama ayahnya. -Foto: Disway-Gus munir
yang dulu sopir, kehilangan pekerjaan, dan ibuku harus banting tulang berjualan
BACA JUGA:Manfaat Minum Jus Seledri di Pagi Hari untuk Tubuh
BACA JUGA:POCO C71 Meluncur, Pilihan Terbaru di Pasar Ponsel Entry-Level Indonesia
sembako dan sayuran.
Aku hidup dari tetes-tetes akhir perjuangan mereka dan bantuan kerabat/saudara. Sampai ibuku menyebutku gadis tetes embun. Aku hidup dari tetesan kebaikan dan perjuangan keluarga yang tak pernah habis.
Mimpi untuk kuliah di luar negeri muncul saat aku mulai masuk SMP. Saat itu untuk kali pertama aku mendapat pelajaran Bahasa Inggris resmi di sekolah. Entah kenapa, ada percikan semangat yang tumbuh. Aku ingin suatu hari belajar di luar negeri, menggunakan bahasa asing yang dulu terasa asing di telinga.
Tapi aku tahu, itu bukan mimpi yang mudah. Apalagi di tempat tinggalku, pendidikan belum menjadi prioritas. Pernikahan dini juga masih banyak dan perempuan tak selalu didorong untuk bermimpi setinggi itu.
Ketika aku lulus SMP, aku ingin sekolah di tempat yang bisa membuka jalan ke masa depan. Keluargaku menyarankan SMK Telkom Malang, sekolah swasta dengan kualitas bagus, tapi biayanya tinggi. Apalagi berada jauh dari kota tempatku tinggal pasti juga perlu menyiapkan biaya untuk menyewa tempat tinggal dan biaya hidup.
BACA JUGA:Motorola Edge 60 Fusion Resmi Hadir di Indonesia, Bawa Chipset Lebih Tinggi dan Warna Eksklusif
BACA JUGA:Huawei Siap Luncurkan Laptop Layar Lipat Pertama, MateBook Fold Ultimate Design
Aku sempat ragu, tapi mereka meyakinkan. Mereka bilang, akan mengusahakan semuanya. Dan aku percaya. Namun, tidak semua jalan mulus. Di tengah perjalananku di SMK, kami benar-benar kehabisan biaya. Aku sempat menangis, ingin berhenti sekolah, ingin pindah saja.
Tapi orang tuaku, kakakku, bude-pakdeku mereka semua turun tangan. Mereka memastikan aku tetap bisa belajar, tetap bisa bermimpi. Dari mereka aku belajar arti gotong royong dalam cinta dan kasih sayang.
Di SMK Telkom, Malang, aku melihat banyak alumni yang kuliah di luar negeri. Mimpiku yang dulu sempat kusimpan, menyala lagi. Tapi aku tahu, keluargaku hanya mampu membiayai sekolah, bukan kursus atau persiapan kuliah di luar negeri.
Jadi aku belajar sendiri, menyiapkan semuanya sendiri. Sampai akhirnya aku ikut program magang yang menjanjikan beasiswa kuliah. Aku sempat merasa tenang, merasa aman. Tapi ternyata, beasiswa itu dicabut tanpa alasan. Hatiku hancur.
BACA JUGA:Toyota Resmi Perkenalkan bZ4X Touring, SUV Listrik Keluarga