Minta Maaf Soal Gelar DOktor

Mahasiswa S3 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diminta menyampaikan permintaan maaf karena terbukti melakukan pelanggaran terkait penyusunan disertasi.-Photo: istimewa-Eris
JAKARTA- Mahasiswa S3 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diminta menyampaikan permintaan maaf karena terbukti melakukan pelanggaran terkait penyusunan disertasi.
Hal ini sebagai bentuk pembinaan terhadap para pihak yang terlibat dalam kasus dugaan pelanggaran akademik dan etik terhadap penyusunan disertasi berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia".
Di mana, surat keputusan (SK) resmi diteken hari ini, Jumat, 7 Maret 2025 setelah berdiskusi dengan empat organ kampus, di antaranya Dewan Guru Besar (DGB), Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik, dan Badan Penjamin Mutu Akademik.
"Di pertemuan terbatas empat organ UI (4 Maret 2025), kemudian memutuskan untuk melakukan pembinaan," kata Rektor UI Heri Hermansyah pada konferensi pers di UI Salemba, Jakarta, 7 Maret 2025.
BACA JUGA:PSU Gunakan APBD
BACA JUGA:iPhone 16 Sudah Kantongi Sertifikat TKDN
"Pembinaan ini dilakukan mulai dari penundaan kenaikan pangkat untuk jangka waktu tertentu, permintaan permohonan maaf pada sivitas akademik UI, dan juga peningkatan kualitas disertasi serta publikasi ilmiah," tambahnya.
Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI Arie Afriansyah menambahkan bahwa yang berkewajiban meminta maaf adalah seluruh pihak yang terlibat pada kasus ini, termasuk bahlil.
"Untuk minta maaf, jelas yang diminta dari pihak terkait," kata Arie pada kesempatan yang sama.
Adapun beberapa pihak yang terlibat termasuk promotor, kopromotor, hingga direktur SKSG.
BACA JUGA:Pelantikan PPPK Ditunda
BACA JUGA:PSU Resmi Digelar 19 April 2025
"Pembinaan kepada promotor, kopromotor, direktur, kepala program studi, dan juga mahasiswa yang terkait sesuai dengan tingkat pelanggaran akademik dan etik yang dilakukan proporsional secara objektif," lanjut Heri.
Seperti yang diketahu, karya tulis ilmiah yang menjadi syarat mendapatkan gelar doktor tersebut diduga melanggar etika akademik.