Jaipong Gembyung

Kemeriahan perayaan Cap Go Meh di Bogor, Jumat 14 Februari 2025.-Foto: jabarprov-Gus munir
BACA JUGA:7 Warna Rambut yang Cocok untuk Kulit Sawo Matang
BACA JUGA:Ikan Lele: Sumber Nutrisi Kaya Manfaat untuk Kesehatan
Saya tidak tahu mana yang lebih tua: Kien Lin atau Bouraq.
Anda sudah tahu Bouraq: kendaraan seperti kuda terbang yang membawa Nabi Muhammad dari Mekah ke Jerussalem. Dari Yerussalem terbang ke langit lapis ketujuh. Di situ Muhammad menerima wahyu kewajiban salat lima waktu. Lalu balik lagi ke Mekah. Semua itu berlangsung hanya kurang dari satu malam.
Melihat Kien Lin turun ke jalan, saya langsung tahu beda Kien Lin dengan barongsai. Kien Lin begitu magis. "Tahun 1950-an sudah ada. Tua sekali," ujar Himawan.
Kien Lin warisan berharga milik perguruan bela diri Bangau Putih Bogor. Cabang perguruan ini tersebar di banyak kota. Juga di luar negeri.
BACA JUGA:7 Warna Rambut yang Cocok untuk Kulit Sawo Matang
BACA JUGA:Ikan Lele: Sumber Nutrisi Kaya Manfaat untuk Kesehatan
Ketua Bangau Putih yang sekarang adalah Gunawan Rahardja. Ia generasi kedua. Waktu Gunawan masih sekolah di California ayahnya sering ke Amerika: agar bisa terus melatih anaknya itu.
Kien Lin hanya tampil. Tidak ikut parade. Yang ikut adalah dewi laut dari Taiwan: Dewi Mazu. Anda sudah tahu apa kehebatan Dewi Mazu. Mereka diiring oleh 70 orang yang langsung datang dari salah satu klenteng di Taiwan.
Tentu parade ini tidak serba budaya Tionghoa. Di barisan depan ada grup tari Sunda yang saya tidak tahu namanya.
Yang jelas amat menarik. Mungkin kreasi baru. Kombinasi jaipong Karawang dengan gembyung dari Kuningan selatan: atraktif dan dinamis. Banyak jenakanya. Terutama yang diperankan oleh para penari laki-laki tua --atau ber make up tua-- yang menggoda penari wanita muda yang sedang bergoyang-goyang gemoy.
BACA JUGA:Manfaat Luar Biasa Ikan Nila untuk Kesehatan
BACA JUGA:Resep Cheesecake Brownies Lezat, Lumer di Mulut!
Tahun ini saya tidak lagi ikut pawai. Saya harus kembali ke Jakarta. Saya harus cari cara untuk bisa menerobos puluhan ribu massa. Tidak mudah. Saya, bersama bung Hazairin, mantan pimpinan Radar Bogor, akhirnya harus berjalan kaki satu jam. Barulah bisa keluar dari kepadatan.