Kompor Bahlil

Bahlil rupanya punya bakat terpendam: menjadikan dirinya terkenal. Ucapan-ucapannya enak dikutip oleh media –quotable-Photo: istimewa-Gus munir

Penyaluran pupuk bersubsidi kini terlihat lebih tertib. Pakai kartu pupuk. Pemilik sawah lebih dua hektare tidak akan diberi kartu. Mereka harus beli pupuk nonsubsidi.

Pun penjualan bensin bersubsidi. Anda sudah tahu. Lama-lama juga kian terarah. Mekanisme di stasiun pompa bensinnya sudah kian mapan.

Pupuk bersubsidi beres. Bensin subsidi juga beres. Kini meningkat ke elpiji bersubsidi –dengan cara yang sama sekali tidak belajar dari keberhasilan pupuk dan bensin.

BACA JUGA:Berikan Bantuan Solar Cell

BACA JUGA:Raffi Ahmad Belum Berencana Pensiun dari Dunia Hiburan

Heboh elpiji ini, sayangnya, tidak menyadarkan kita pada ide lama: kompor listrik. Semua negara maju sistem dapurnya pakai kompor listrik. Kenapa kita belum mau mengarah ke sana.

Aneh. Tiap rumah perlu elpiji. Tidak ada jaringan pipa elpiji ke rumah-rumah. Elpiji masih disalurkan pakai cara paling kuno: dikirim lewat angkutan mobil dan motor.

Memang ada program membangun jaringan pipa gas di beberapa kota. Tapi tidak ada artinya dibanding luasnya perumahan kita.

Di lain pihak listrik sudah ada di rumah masing-masing. Bagi yang dayanya kecil tinggal memperbesarnya.

BACA JUGA:Selebgram Chandrika Chika Kembali Terjun di Dunia Hiburan

BACA JUGA:4 Masker Alami untuk Kulit Bebas Jerawat

Padahal elpiji harus kita impor. Haus devisa.

Listrik bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. Batubara melimpah. Murah.

Aneh. Elpiji dinomorsatukan. Begitu nikmat pengimpornya.

Maka mobil listrik kelihatannya akan lebih cepat memasyarakat dibanding kompor listrik. Aneh. Bin ajaib. Membuat kompor listrik dibuat seperti lebih sulit dari mobil listrik.

Tag
Share