Gajah RK

Jumat 04 Oct 2024 - 20:04 WIB
Reporter : Gus Munir
Editor : Eris Munandar

Oleh: Dahlan Iskan

Sebelum tsunami harga tanah di sini Rp 30.000/m2. "Sekarang Rp 2 juta/m2," ujar Pak Aky yang menemani saya makan siang kemarin.

Nama lengkapnya Kho Khie Siong. Ia ketua suku Hakka di Aceh. Sebanyak 99 persen warga Tionghoa Aceh bersuku Hakka.

Ia juga ketua barongsai yang sukses: Aceh dapat dua medali emas barongsai di PON barusan –di samping enam medali lainnya.

Yang dimaksud harga tanah ''di sini'' adalah di dekat rumah makan Hasan 2, di jalan kembar menuju bandara Banda Aceh.

BACA JUGA:Beredar WNA India Dicurigai Pelaku Penculikan Anak

BACA JUGA:Ikan Tapah Raksasa Ditangkap di Sungai Mus

Di situlah saya makan siang: ayam tangkap, daging lembu, dan sie kameng –artinya: daging kambing yang di masak gule. Sedikit berkuah.

Itu sudah sedikit di luar kota Banda Aceh. Sudah di kabupaten Aceh Besar. Ada keinginan agar wilayah kota diperluas sampai di sini tapi belum dapat persetujuan.

Harga tanah di dalam kota meningkatnya lebih drastis. Dengan lipatan lebih banyak lagi.

Banda Aceh sudah bukan kota sebelum tsunami. Berubah drastis. Jauh lebih maju. Lebih ramai. Lebih tertata. Lebih bersih. Banyak jalan baru. Atau jalan yang diperluas.

BACA JUGA:Kirimkan Surat Perbaikan ke Dinas PU Provinsi

BACA JUGA:Pimpinan Definifif Belum Terbentuk, Kinerja DPRD OKU Terhambat

Dan, yang jelas, sudah banyak warung kopi. Saking banyaknya sampai Banda Aceh layak disebut sebagai kota ''seribu warkop''. Atau dua ribu. Datanglah ke Banda Aceh. Hitung sendiri.

Saya ke warkop-warkop itu. Minum kopi apa saja. Termasuk kopi terenak yang disebut syr sanger.

Kategori :