Oleh: Dahlan Iskan
"Kenapa tidak nebeng di rumah saya!. Terlalu!"
Yang mengucapkan itu seorang perempuan. Dengan wajah cemberut. Baru sekali ini saya bertemu. Kemarin lusa. Di Stadion Gelora Bung Tomo. Sama-sama menyaksikan kemenangan Bajul Ijo saat lawan Persis Solo.
Dia memang lagi di Indonesia untuk elaborasi program 'Indonesia Lighthouse'. Itu adalah yayasan berbasis di Amerika yang didirikan bersama temanyi.
Perempuan itu tinggal di daerah San Francisco Bay Area, Amerika Serikat. Kerjanyi –ampun-ampun– di Apple. Jabatannyi: senior project manager.
Nama wanita itu: Ari Sufiati. Sudah 19 tahun di Amerika. Tiga anaknyi tinggal di sana: yang tertua sudah kuliah di UC Davis.
BACA JUGA:Tenang Kingdom, RRQ Hoshi Tak Akan Star Syndrome
BACA JUGA:Gratis! eFootball 2024 Dirilis, Lionel Messi Jadi Ambassador
Saya baru tahu Disway punya sahabat di sana. Sahabat Disway. Selalu mengikuti perkembangan kita. Maka begitu bertemu di stadion kemarin dia langsung komplain. Kenapa selama di Silicon Valley saya justru nebeng di rumah temannya teman. Yakni, Anda sudah tahu, di rumah orang asal Beijing.
Yang salah bukan saya. Ternyata dia selalu membantu DBL –penyelenggara pertandingan basket antar SMA terbesar di Indonesia. Yakni saat DBL mengirim pebasket terbaik SMA se-Indonesia ke Amerika. Tiap tahun. Sebanyak 24 orang.
Ari-lah yang jadi seksi sibuk di sana. Mulai soal akomodasi sampai mencarikan tempat belajar basket di salah satu klub di sana. Sekaligus mencarikan lawan tanding persahabatan dengan SMA Amerika.
Kok DBL tidak memberi tahu saya tentang Ari sama sekali.
BACA JUGA:Jonathan Liandi Berhenti Restream MPL ID, Ini Alasannya
BACA JUGA:Peringkat Negara Pemilik Bitcoin Terbesar: AS Unggul, Bhutan di Posisi Ketiga
Ari Sufiati (baju putih) saat mendampingi skuad putri Kopi Good Day DBL Indonesia All-Star 2024 di Nike Tournament of Champions, Chicago, Juli lalu.-Dokumentasi Pribadi Ari Sufiati.-