"Rasanya selama ini kita hanya mendengar Kamala itu keturunan India," begitu kurang lebih cara Trump memojokkan Kamala.
Trump seperti tidak ingin Kamala diidentikkan sebagai kulit hitam. Bahaya. Bisa terjadi seperti di awal kemunculan Capres Obama. Mayoritas kulit hitam memilih Obama.
"Kok tiba-tiba mengaku kulit hitam," kira-kira begitu inti kata-kata Trump menyindir Kamala.
Situasi di lapangan memang mirip dengan di awal masa Obama. Heboh. Bergairah. ''Kamala adalah kita''. Di mana-mana.
BACA JUGA:Cristiano Ronaldo sukses meraih 1 juta subscriber hanya dalam waktu 90 menit
BACA JUGA:Apple Turunkan Harga iPhone 15, Saatnya Buru atau Tunggu iPhone 16?
Kamala memang tidak pernah masuk gorong-gorong tapi dia pernah bekerja di McDonald.
"Hanya orang dari kelas menengah yang tahu keinginan orang kelas menengah," ujar Kamala. "Konglomerat tidak akan tahu itu. Konglomerat hanya tahu dirinya sendiri".
Di situ debat ekonomi akan seru: jalan mana yang harus ditempuh agar negara maju.
Trump memilih jalan lewat orang-orang kaya. Mereka yang mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Mereka yang terbukti mampu menciptakan lapangan kerja.
BACA JUGA:Tersangka Ahmad Novan Cs Didakwa Korupsi Rugikan Negara Rp3,9 Miliar
BACA JUGA:Petugas Bubarkan Aksi Balap Liar di Komplek Perkantoran Tanjung Senai Ogan Ilir
Kamala memilih jalan lewat kelas menengah. Bila kelas menengah kuat negara akan kuat. Pajak untuk mereka harus dipotong. Biaya hidup dan kesehatan mereka tidak boleh jadi objek kerakusan bisnis farmasi.
Saya tidak sabar menunggu debat itu. Rasanya Anda juga tidak sabar menunggu debat antara Ridwan Kamil dan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.(Dahlan Iskan)
BACA JUGA:Aparat Bekuk 2 Jukir yang Tombak Pria hingga Tewas di Jalan Radial Palembang
BACA JUGA:2 ASN Eks Bapenda Kota Palembang Diperiksa Kejati Sumsel