JAKARTA- Pengamat politik dan hukum Abdul Fikchar Hadjar menyebut Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada terlalu bau amis bagi masyarakat. Hal ini yang menjadi penyebab bola panas di tengah bergejolaknya isu politik jelang Pilkada 2024 secara serentak.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 terkait perubahan ambang batas pendaftaran dan minimal usia 30 tahun calon kepala daerah (Cakada), direspons kilat oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Pemerintah.
DPR dan pemerintah menganulir ketentuan ambang batas pendaftaran Cakada seperti untuk Pilkada Jakarta, di mana partai politik yang memiliki DPT suara 7,5% saat Pileg lalu berhak mendaftarkan tanpa harus berkoalisi.
Pun begitu, calon kepala daerah 30 tahun dinyatakan sah hanya saat pada pendaftaran, bukan saat pelantikan menjadi kepala daerah tertentu, juga ditolak oleh DPR dan pemerintah.
BACA JUGA:Ratusan anak STM Geruduk Kantor KPU RI
BACA JUGA:Menteri AHY: Harus Diyakinkan Tidak Ada Masalah
DPR dan pemerintah justru merevisi kembali putusan MK bahwa ambang batas pendaftaran partai politik untuk pencalonan Cakadanya minimal memiliki 20% suara dan 25% kursi di DPRD.
Dan mengasahkan bagi calon kepada daerah dengan batas usia 30 tahun saat pelantikan. Menurut Majelis Wali Amanat Universitas Trisakti itu, RUU Pilkada ini sudah barang pasti menyulut kemarahan rakyat.
Sehingga, Abdul Fikchar menyarankan kepada DPR, RUU Pilkada dibatalkan saja. Katanya, biarlah KPU merancang putusan MK tersebut dengan sebaik-baiknya
"Pasti akan menyulutkan kemarahan rakyat. Jadi sebaiknya perubahan UU Pilkada itu dibatalkan saja," jelasnya kepada Disway.id, dikutip Jumat, 23 Agustus 2024.
BACA JUGA:Kompor Meledak! Rumah Panggung di Baturaja Terbakar, Harta Benda Ludes
Ia melanjutkan, masyarakat sudah paham dengan situasi politik saat ini. Sehingga publik mencium bau amis dari RUU Pilkada ini tak lain hanya untuk menguntungkan salah satu pihak saja.
"Karena masyarakat mencium bau amis dari arah perubahan itu untuk meloloskan dan menguntungkan pihak tertentu yang berkaitan dengan penguasa exciting," jelasnya.
Abdul Fikchar menjelaskan, keputusan saat ini ada di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk merancang PKPU khusus Pilkada 2024.