Aliran Sesat

Selasa 12 Mar 2024 - 22:06 WIB
Reporter : Gus munir
Editor : Gus munir

Buku itu terbit tahun 2005. Ekonomi Tiongkok lagi hebat sekali. Tapi si ahli menyebutkan: semua kehebatan itu hanya untuk mengejar Olimpiade Beijing. Semua kemampuan dicurahkan ke suksesnya Olimpiade.

Begitu Olimpiade selesai, ekonomi Tiongkok melambat dan dua tahun kemudian runtuh.

Ternyata lima tahun setelah buku itu terbit, Tiongkok menjadi kekuatan ekonomi ketiga terbesar di dunia. Mengalahkan negara bebas Jerman. Tinggal kalah oleh Jepang dan Amerika.

BACA JUGA:Hubungan Happy Asmara - Gilga Mulai Terungkap

BACA JUGA:Ayah Atta Halilintar Ajukan Gugatan Puluhan Miliar Rupiah, Ponpes Angkat Suara

Lalu ada ramalan lagi Tiongkok akan runtuh tahun 2015. 

Setelah tahun itu Tiongkok jadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Mengalahkan Jepang. Tinggal kalah dari Amerika.

Tidak hanya dua kali Tiongkok diramalkan runtuh. Ketika dilanda wabah SARS dulu juga diramal akan runtuh. Demikian juga dengan Covid-19.

Lalu saya menantang seminar: mana yang lebih memberikan kebebasan. Tiongkok atau negara demokrasi.

Demokrasi adalah aplikasi dari doktrin kebebasan. Lalu untuk mengaplikasikan demokrasi dilaksanakanlah Pemilu: lima tahun sekali –atau empat, atau enam tahun sekali.

BACA JUGA:Periode SUlit Atletico

BACA JUGA:Dortmund Lebih Difavoritkan

Setiap kali Pemilu, calon pemimpin selalu takut pada para pemilih. Mereka akan cenderung memenuhi emosi pemilih –biar pun emosi itu tidak rasional.

Akibatnya banyak program di negara demokrasi yang tidak rasional. 

Di Tiongkok, konstitusinya, ideologinya, telah membebaskan –bukan hanya menjanjikan kebebasan– dari semua hal yang tidak cocok dengan ilmu pengetahuan.

Maka Andi berpendapat bahwa ilmu pengetahuan juga harus tegas masuk konstitusi kita. Agar science punya masa depan di Indonesia.

Kategori :