Menurutnya, perempuan bisa memulainya dengan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dan SADARNIS (Periksa Payudara Klinis).
“Melalui SADARI dan SADARNIS, kita bisa mencegah hingga 80% kasus kanker yang terlanjur stadium lanjut,” ujarnya.
Jika ditemukan benjolan, barulah dilanjutkan dengan pemeriksaan USG di Puskesmas. “Jadi tahap awal skrining bukan mammografi, melainkan USG,” tegasnya.
BACA JUGA:Waspada! Kenali Tanda-Tanda Kanker Lambung Sejak Dini
BACA JUGA:Gelar Imunisasi HPV untuk Cegah Kanker Serviks pada Remaja Putri
Ia juga menekankan bahwa semakin dini kanker terdeteksi, semakin besar peluang pasien untuk sembuh.
“Pada stadium 1, tingkat kelangsungan hidup lima tahun mencapai 90%, sedangkan di stadium 4 turun menjadi 20%,” jelasnya.
Menurut dr. Andhika, pengobatan kanker payudara di Indonesia kini sudah sangat maju dan seluruhnya ditanggung BPJS, mulai dari operasi, radioterapi, hingga kemoterapi.
Dari sisi pemerintah, dr. Siti Nadia Tarmizi dari Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa akses terhadap layanan deteksi dini kini semakin luas.
“Saat ini sudah ada 169 unit mammografi di seluruh Indonesia, dan jumlah USG payudara di Puskesmas terus ditingkatkan,” ujarnya.
BACA JUGA:Ari Lasso Geram Soal Royalti, Pilih Sumbangkan ke Yayasan Kanker
BACA JUGA:Bahaya Merokok Setelah Makan, Ganggu Pencernaan hingga Picu Kanker
Ia menegaskan bahwa pemeriksaan kanker payudara termasuk dalam program Cek Kesehatan Gratis, sehingga masyarakat diimbau untuk tidak takut memeriksakan diri.
“Kami ingin perempuan menjadikan pemeriksaan payudara sebagai bagian dari gaya hidup sehat,” tambahnya.
Menurut dr. Nadia, masih banyak perempuan yang menunda pemeriksaan karena rasa takut atau malu.
“Sebagian takut mengetahui hasilnya, sebagian lagi menganggap payudara organ pribadi sehingga enggan diperiksa,” jelasnya.