BATURAJA, OKU EKSPRES.COM – Fenomena mengkhawatirkan muncul di kalangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, belasan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) wanita mengajukan gugatan cerai, dengan alasan utama Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan tidak dinafkahi secara lahir dan batin.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala BKSDM OKU, Mirdaili akrab disapa Ameng saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (6/8/2025).
“Mereka seluruhnya perempuan. Tahun 2023 ada dua orang, 2024 lima orang, dan hingga pertengahan 2025 sudah sebelas orang yang mengajukan gugatan cerai,” jelas Ameng.
BACA JUGA:Awal Juni Ceria, Gaji ke-13 ASN dan PPPK OKU Timur Cair!
BACA JUGA:Dilantik! PPPK OKU Diingatkan Etos Kerja dan Loyalitas Negara
Peningkatan kasus tersebut membuat pihaknya bertanya-tanya, mengingat sebelumnya para PPPK tersebut terlihat memiliki kehidupan rumah tangga yang stabil saat masih berstatus honorer.
“Anehnya, justru setelah diangkat sebagai PPPK, kasus KDRT dan permohonan cerai mulai bermunculan. Padahal secara finansial, kehidupan mereka kini sudah jauh lebih baik,” tambahnya.
Rata-rata PPPK yang mengajukan cerai memiliki penghasilan sekitar Rp4 juta per bulan, ditambah tunjangan kinerja sebesar Rp500 ribu, menurut penjelasan Kabid Analis Kesejahteraan SDM dan Aparatur, Endang Fitriyanti.
“Secara ekonomi, mereka sudah tergolong sejahtera. Namun, justru muncul dinamika baru dalam hubungan rumah tangga mereka,” ujar Endang.
BACA JUGA:Pelantikan PPPK OKU 2025 Digelar Awal Juni, Kemenag RI Serentak 26 Mei
BACA JUGA:1.026 Orang Ikuti Tes Seleksi PPPK OKU Tahap II
Mayoritas pengajuan cerai dilatarbelakangi oleh KDRT, serta ketidakhadiran peran suami dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pihak BKSDM OKU pun telah melakukan upaya mediasi sebanyak tiga kali untuk setiap kasus sebelum akhirnya menyerahkan keputusan kepada yang bersangkutan.
“Kami tak ingin ikut terlalu dalam, tapi kami tetap berkepentingan menjaga kondisi psikologis para pegawai, terutama karena mereka juga bertanggung jawab atas anak-anak mereka,” tutur Ameng.