Dalam konstruksi perkara, keempat tersangka diduga mengondisikan proyek pengadaan laptop Chromebook, yang semula dirancang menggunakan sistem operasi Windows.
Perubahan sistem operasi itu disebut dilakukan atas perintah Mendikbudristek saat itu, Nadiem Makarim.
Proyek pengadaan Chromebook merupakan bagian dari kegiatan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk jenjang PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran sebesar Rp9,3 triliun.
BACA JUGA:Hak Leniensi Kejaksaan Dinilai Tak Jelas, Rentan Penyelewengan
BACA JUGA:Kejaksaan Lakukan Kerjasama dengan Pemerintah Kecamatan
BACA JUGA:Pemprov DKI Minta Tambah Anggaran Rp500 Miliar di APBD Perubahan 2025, Gerindra Soroti Honor Kader Posyandu
BACA JUGA:Rotasi Besar di Tubuh Adhyaksa, Jaksa Agung Lantik 34 Pejabat Strategis
Anggaran tersebut bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dialokasikan ke satuan pendidikan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, termasuk wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
Target proyek adalah pengadaan 1.200.000 unit laptop untuk mendukung kegiatan pembelajaran.
Namun, proyek ini dinilai tidak berjalan efektif dan justru menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara.
"Akibat perbuatan tersebut negara mengalami kerugian sekitar Rp1,980 triliun," ujar Qohar.
BACA JUGA:Kejaksaan Negeri OKU Musnahkan Barang Bukti 100 Perkara, Ini yang Dimusnahkan !
BACA JUGA:Kasus Penganiayaan di Kios Handphone Dihentikan Kejaksaan Lewat Restorative Justice
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengungkap alasan kembali memeriksa eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, soal dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook
"Momen ini sangat urgent. Karena tentu penyidik selama ini sudah melakukan berbagai pemeriksaan dan pemanggilan terhadap berbagai pihak dan melakukan penggalian terhadap berbagai informasi," ujarnya kepada wartawan, Selasa, 15 Juli 2025.
"Termasuk penyidik juga kan sudah melakukan pembacaan, pengkajian, analisis terhadap barang bukti baik berupa dokumen maupun apa yang terdapat di dalam barang bukti elektronik," sambung Harli.