BACA JUGA:Prabowo Tegaskan PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah
BACA JUGA:Diduga Pakai Trik Hipnotis untuk Gaet Korban
Begitu sulit memperjuangkan UU Pajak itu. Setelah melewati lima menteri keuangan, tiga presiden, UU Pajak itu disahkan. Itulah UU No 28 tahun 2007.
"Kalau UU itu dijalankan secara benar, kenaikan rasio pajak melebihi 13 persen pun bisa dicapai," ujar Pak Pung.
Di manakah bolongnya sehingga UU itu tidak bisa dijalankan seideal yang digambarkan Pak Pung?
UU-nya sendiri tidak ada bolongnya. Bolongnya itu di pelaksanaan. Ada aturan di bawah UU yang perlu diluruskan. Perlu dikembalikan seperti yang diperintahkan UU.
"Ada kata 'dapat' di UU menjadi 'harus' di aturan pelaksanaan. Sebaliknya ada kata 'harus' di UU menjadi 'dapat' di pelaksanaan," katanya.
BACA JUGA:Lahat Potensi Wisata Sejarah
BACA JUGA:44 Cabor Ajukan Mosi Tidak Percaya
Yang juga penting: "any" menjadi "minimum'". Yakni dalam hal pelaporan keuangan akhir tahun. Harusnya saldo akhir tahun berapa pun wajib dilaporkan. Di peraturan kok jadi "minimum satu miliar rupiah".
Masih ada yang lebih penting lagi yang diucapkan Pak Pung. Tapi acara final pertandingan basket DBL se-Jakarta ini akan dimulai. Baru kali ini saya nonton basket di gedung baru yang megah: Indonesia Arena.
Ramai sekali. Gedungnya megah. Besar. Tiketnya terjual habis –padahal mahal. Panitia mengklaim penonton final tadi malam itu yang terbanyak dalam sejarah pertandingan olahraga indoor di Indonesia.
Saya suka atraksi pembukaannya. Lebih menarik daripada meneruskan artikel soal pajak ini. Pajak memang lebih penting tapi atraksi ini lebih menarik.
BACA JUGA:30 Hari Atasi Anggota Terjerat Narkoba
BACA JUGA:Resep Capcay Kuah, Enak, Murah, dan Siap dalam Sekejap
Untuk pajak kan masih ada hari esok. Yang penting: menaikkan tarif pajak kalah dengan menambah rasio kena pajak. Itu sama dengan pertandingan antara Rp 150 triliun lawan Rp 250 triliun.