Euforia Idul Fitri Boleh Saja, Tapi Utamakan Kegembiraan Berzakat
Darman Syafei-Photo ist-Eris
Oleh : Darman Syafei
Orang Indonesia merayakan Ramadan layaknya festival. Sementara euforia berlebihan menyambut Idul Fitri itu tanda tanda akhir zaman.
Umumnya bagi orang Indonesia, Ramadan adalah bulan kegembiraan dan kenikmatan, bahkan euforia. Unsur-unsur yang membuat ibadah puasa terkesan memberatkan tampaknya tidak berlaku bagi masyarakat muslim Indonesia. Lelahnya menjalani puasa kalah oleh kegembiraan "festival" yang menyertai ibadah di bulan suci ini.
Aneka kuliner dan masakan aneh-aneh menjamur di bulan yang disebut sebagai bulan penuh berkah ini. Nuansa pasar Beduk, Jajanan dan masakan bermunculan di saat-saat menjelang buka puasa.
Malam pun demikian, benar-benar hidup, shalat tarawih dilaksanakan diawali shalat isya, dilanjutkan mendengarkan kultum, terus melaksanakan tarawih dan ditutup dengan shalat witir, baik itu dimasjid, mushallah, ditempat buka bersama daan lainnya.
BACA JUGA:Harga Telur, Daging Sapi dan Ayam Naik
BACA JUGA:Madinah Kafe
Bahkan juga dilaksanakan safari ramadhan oleh pemerintah dan berbagai organisasi keagamaan lainnya, masjid- masjid mendengungkan suara ayat suci yang dilantunkan sahut-sahutan. Umat seperti berlomba mengumpulkan pundi-pundi ganjaran dibulan yang mulia ini.
Kondisi menyelebrasikan kegembiraan ini puncaknya ada di malam perayaan hari raya Idul Fitri. Gema takbir berkumandang di segala penjuru langit, melintasi bukit dan lembah, saling sahut menyahut, sambung menyambung sampai dengan dilaksanakannya shalat idul fitri.
Terkait fenomena semarak Ramadan, utamanya tentang riuhnya gema takbir di malam Idul Fitri, Kiai Maimoen Zubair dalam suatu kesempatan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan salah satu pertanda akhir zaman.
Zaman sudah benar-benar akhir ketika semarak takbir melebihi keriuhan lalu-lalang orang menyerahkan zakat fitrah.
BACA JUGA:Pastikan Personel Tidak Hanya Duduk Diam
BACA JUGA:Jamin Kemanan Arus Mudik di Stasiun Kereta Api
Kritik Kiai Maimoen ini menyiratkan bahwa esensi zakat fitrah yang berdimensi sosial dan bersifat wajib jauh lebih layak untuk digaungkan ketimbang sekadar takbir keliling yang notebene hanya bersifat sunah.