Lomba Pengeras

Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir

Kala itu saya tidak memikirkan perasaan orang lain. Satu desa Islam semua. Pun semua penduduknya bukan orang sibuk.

Kini, dengan banyaknya pengeras suara di masjid itu saya suka bertanya ke diri sendiri: bagaimana perasaan orang yang bukan Islam yang tinggal di sekitar sini. Terutama ketika mendengar suara yang sangat tidak merdu itu.

Keesokan harinya Pak Kasan masuk kerja. "Kemarin melayat dua kali ya?" tanya saya berbasa-basi.

Ia hanya mengiyakan. Ia tidak bercerita soal dua kali melayat itu. Beberapa minggu kemudian baru saya tahu: Pak San yang ''innalillahi'' di tengah hari itu ternyata meninggal di saat ikut menguburkan mayat wanita yang meninggal pagi hari.

BACA JUGA:Link download Minecraft game Java Edition dan Bedrock Bermain Gratis

BACA JUGA:Bocoran Tips Genshin Impact Buat Hadapi Event Alchemical Ascension

Rekan kerja saya tadi tahu sendiri kejadiannya. Ia juga ikut mengantar mayat si wanita tua sampai ke kuburan. 

Ia ikuti semua prosesi penguburan: mayat dimasukkan liang lahat. Lalu ditimbun tanah.

Penimbunan rampung. Pemasangan batu nisan pun selesai. Tibalah giliran Pak modin membacakan talkin di atas pusara –biasanya berisi agar arwah yang baru dikubur dijauhkan dari siksa kubur, dan yang masih hidup agar ingat bahwa pada gilirannya akan mati juga.

Saat talkin dibacakan itulah Pak Santoso bergerak mundur. Kakinya terhalang beton di kuburan. Ia terjatuh. Kepalanya membentur beton. Meninggal dunia.

Sebenarnya Pak San meninggal dunia dengan cara yang paling simple. Tanpa sakit. Sudah di kuburan pula. Para penggali kuburnya masih lengkap. Petugas pembaca talkinnya juga masih ada.

BACA JUGA:Rela Antre Demi Dapatkan Sembako Murah

BACA JUGA:82 Pejabat di OKU Timur Dilantik

Tapi pihak keluarga minta pak San dibawa ke rumah sakit. Pakai mobil tetangga. Mobil pun meninggalkan kuburan. Pelayat juga pulang. 

Begitu mereka sampai di rumah terdengarlah pengumuman dari masjid: ''innalillahi...'' 

Tag
Share