Lomba Pengeras

Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir

Saya lega. Ternyata Pak San yang baru meninggal itu bernama Santoso.

Saya pun pasrah. Berarti partner saya berkebun akan melayat lagi. Ia akan lebih mementingkan etika daripada kehilangan jabatan sebagai pencangkul.

Target pindah-pindah pohon hari itu pun meleset.

Di Tiongkok tidak ada target yang meleset –oleh penyebab seperti itu. Ketika tetangga meninggal pekerjaan jalan terus. Tanpa mengabaikan etika bertetangga. Mereka bisa melayat malam hari. Atau keesokan harinya. Bila perlu di hari ketiga, keempat, kelima atau kapan saja sempat: mayat umumnya baru dikubur tujuh hari kemudian.

Pengumuman dari masjid tadi sekaligus berfungsi sebagai ''surat izin tidak masuk kerja''. Bos tidak boleh menanyakan kenapa tidak masuk. Atau mana surat izinnya. Apalagi harus bertanya ''apa hubungan antara Anda dan yang meninggal tadi''.

BACA JUGA:5 Kebiasaan Bikin Wajah Glowing Alami

BACA JUGA:Manfaat Teh Hijau Bagi Kesehatan Selama Berpuasa

Pengeras suara di masjid-masjid itu juga penanda kapan pekerjaan harus dihentikan. 

Jauh sebelum tiba waktunya salat pun sudah berkumandang lagu-lagu pujian pada Tuhan. Kadang dari suara yang merdu. Kadang dari suara yang cempreng. Nadanya pun kacau balau. Sakit di telinga.

Saya tidak mengeluh. Yang seperti itu adalah masa kecil saya. Kadang lagu pujian seperti itu sengaja saya buat kacau agar imamnya cepat datang. 

Saya tahu: imam di tempat saya, dulu, suka ngobrol sambil merokok. Salat pun menunggu rokoknya habis. 

Katanya: itu untuk melatih militansi anak dalam kuat-kuatkan melantunkan pujian pada Tuhan sepanjang mungkin. Juga latihan sabar.

BACA JUGA:Donny Kesuma Meninggal Dunia

BACA JUGA:Terbanyak di Dapil Jabar, Komeng Raih 5.399.699 Suara

Tapi waktu itu tidak ada pengeras suara. Anak-anak melantunkan pujian sambil duduk bersila di dalam masjid.

Tag
Share