Asgar Underground
Dahlan Iskan bertamu ke rumah Burhanuddin Abdullah.-HARIAN DISWAY-
BACA JUGA:260 Disway
Pulang dari Amerika ia kembali ke BI. Lalu ikut tes untuk bekerja di IMF –untuk penugasan di kantor pusatnya di Washington DC. Ia lulus tes di tingkat Indonesia. Lalu lulus lagi di tingkat Asia. Lima tahun Burhanuddin di IMF.
Sewaktu bekerja di BI, Burhanuddin rajin menulis artikel untuk media masa. Tulisan pertamanya dimuat di Harian Sinar Harapan. Ia masih ingat judulnya: Kredit di Masa Panen. Ia mengkritisi kebijakan pemerintah: mengapa memberi kredit di musim tanam. Akibatnya di masa panen harga jual gabah merosot. Petani tidak berdaya.
"Harusnya memberi kredit tani itu di masa panen. Agar petani kuat menahan hasil panennya yang lagi jatuh," ujarnya. Petani bisa tunggu jual gabah saat harga sudah naik. Selisih harga itu bisa untuk biaya tanam dan mengembalikan kredit.
Begitu sering ia menulis di Kompas. Burhanuddin dipanggil pimpinan di BI. "Gara-gara tulisan Anda akan banyak pekerjaan yang harus dilakukan BI," ujar pimpinan itu seperti ditirukan Burhanuddin.
Sejak itu ia berhenti menulis. Padahal honorarium sebulan menulis, saat itu, lebih besar dari gajinya bekerja di BI.
BACA JUGA:Disway Gratis
Tentu Burhanuddin tidak perlu menyesal. Kalau ia ngotot jadi penulis mungkin tidak bisa menjadi Gubernur Bank Indonesia.
Apalagi di masa tuanya sekarang, 84 tahun, menulis di media tidak lagi mendapat honorarium. Bahkan ada media yang justru mengenakan biaya. Penulis seperti harus sewa lapak untuk memajang tulisan.
Sampai sekarang Burhanuddin masih sering bertemu Prabowo. "Pekan lalu masih bertemu beliau," katanya. Ia juga masih sering diundang untuk ikut sidang kabinet terbatas.
"Ikut sidang kabinet sebagai apa?"
"Tidak tahu," jawabnya terkikih pelan.
Dari ngobrol dengan Burhanuddin ini saya baru tahu di mana logika ekonominya: bisa tumbuh 8 persen.
BACA JUGA:Disway Malang