Karam Darat

Karam Darat-Istimewa-

Standar internasional memang penting, tapi konteks bisnis lokal juga tidak bisa diabaikan.

Kapal yang beroperasi di perairan Indonesia dengan regulasi Indonesia, melayani rute Indonesia, tentu punya karakteristik valuasi yang berbeda dengan kapal yang beroperasi di Mediterania atau Baltic Sea.

BACA JUGA:Dahlan Iskan Harap Disway Group Bisa Jadi “Agama Baru”, Menpora Minta Dukung Program Olahraga dan Kepemudaan

BACA JUGA:Disway Gratis

Bisnis di Negeri Seribu Prasangka

Indonesia memiliki blessing in disguise yang aneh: kita punya BUMN-BUMN yang powerful dan strategis, namun sistem pengawasan yang paranoid terhadap setiap langkah bisnis mereka.

ASDP adalah contoh sempurna dari paradoks ini—mereka dituntut untuk profitable, tapi setiap keputusan bisnis yang berani dianggap mencurigakan.

Akibatnya, BUMN kita menjadi seperti atlet yang dipaksa jadi juara dunia tapi diwajibkan berlari sambil menggendong karung beras 50 kilo.

Tugas ganda ASDP—mencari keuntungan di rute komersial untuk menyubsidi rute perintis—adalah misi impossible yang tidak pernah dihadapi kompetitor swasta.

Bayangkan Anda harus bersaing dalam balap mobil, tapi Anda wajib berhenti di setiap pos untuk membagikan makanan gratis, sementara pesaing lain boleh ngebut tanpa beban apapun. Itulah realitas BUMN pelayaran di Indonesia.

BACA JUGA:Disway Malang

BACA JUGA:Event Disway Mancing 2024, Wartawan TVRI Raih Juara 1

Bandingkan dengan Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Sovereign wealth fund ini berinvestasi dengan agresif, mengambil risiko tinggi, melakukan akuisisi besar-besaran, dan kadang mengalami kerugian—tanpa direksi mereka langsung masuk bui. Kenapa? Karena ada pemahaman bahwa calculated risk adalah bagian dari permainan bisnis. Kerugian adalah tuition fee untuk pembelajaran, bukan automatically criminal offense.

Di Indonesia? Setiap keputusan akuisisi BUMN diperlakukan seperti potential crime scene. Setiap valuasi yang premium langsung dicurigai sebagai markup. Setiap strategi aggressive growth dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Hasilnya: para direksi BUMN bermain ultra-konservatif, menghindari segala risiko, dan perusahaan perlahan mati karena tidak berani berinovasi.

Masa Depan BUMN dalam Limbo

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan