Keamanan Negara

Rismon Hasiholan Sianipar menjelaskan hasil pemeriksaan di Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan ijazah palsu Joko Widodo. -Foto; Istimewa-Gus munir
Pun sampai soal kehidupan pribadi beliau. Soal istri-istri beliau. Soal pemenjaraan lawan-lawan politik. Soal jadi boneka Peking. Dianggap PKI, setidaknya memihak partai komunis.
Semua tuduhan itu berakhir ketika Bung Karno wafat. Mulailah perlahan-lahan nama Bung Karno membaik.
Pengikut Bung Karno mulai berani tampil ke panggung politik. Perlahan-lahan. Bertahun-tahun. Puncaknya: Megawati terpilih sebagai ketua umum PDI-Perjuangan. Lalu partainya, memenangkan Pemilu. Mega jadi presiden.
Puncaknya puncak: nama Bung Karno direhabilitasi. Beliau diakui sebagai pahlawan nasional. Ketetapan MPR yang menyalahkan Bung Karno dicabut di zaman Bambang Soesatyo menjadi ketua MPR.
BACA JUGA:Waspadai Ciri-Ciri Kolesterol Tinggi di Pagi Hari yang Sering Diabaikan
BACA JUGA:4 Makanan dan Minuman Bikin Kulit Glowing
Pak Harto pun demikian. Tidak sampai diadili. Padahal tuntutan untuk mengadilinya luar biasa tinggi. Tuduhannya melakukan KKN –istilah yang sangat populer di tahun 1998 dan seterusnya.
Reformasi telah menghancurkan nama besar Pak Harto. Jasa-jasa Pak Harto sebagai ''bapak pembangunan'' ludes digilas reformasi.
Tapi Pak Harto terhindar dari vonis bersalah oleh pengadilan. Tidak sampai jadi terpidana dalam kasus KKN yang dituduhkan dengan hebatnya.
Pak Harto pun meninggal dunia. Tuntutan pun mulai mereda. Lalu lenyap. Setidaknya tidak lagi muncul di permukaan. Nama Pak Harto pelan-pelan naik kembali. Bahkan mulai ada tulisan di belakang bak truk yang bunyinya: ''masih enak zamanku tho?'' Ada gambar Pak Harto tersenyum di sebelah tulisan itu.
BACA JUGA:Kunjungan Presiden Prancis Bikin Macet Jakarta?
BACA JUGA:PT SMI Perkuat Komitmen Akselerasi Hidrogen, Disaksikan Prabowo dan Macron di Istana
Lama-lama putri Pak Harto jadi anggota DPR. Menantu Pak Harto jadi presiden.
Saya membayangkan betapa sulitnya posisi Pak Harto di depan Bung Karno. Sebagai presiden, Pak Harto melihat: begitu tingginya amarah rakyat. Tapi Presiden Soeharto juga harus tahu bahwa ia harus mikul dhuwur mendhem jero atas tokoh sebesar Bung Karno.
Apalagi Bung Karno berjasa besar dalam membuat dirinya bisa jadi presiden. Kalau saja Bung Karno waktu itu mengeluarkan komando ''lawan!'' belum tentu Pak Harto bisa jadi presiden.