Agomo Budoyo

Dahlan Iskan dan Kirun di depan tobong di Padepokan Seni Kirun di Madiun. (Dahlan Iskan dan Kirun di depan tobong di Padepokan Seni Kirun di Madiun. -Foto: Tomy Gutomo-Harian Disway-Gus munir
Di belakang joglo itu ada kamar-kamar bernomor. Lalu ada tangga naik –ke kamar-kamar di atas.
BACA JUGA:10 Manfaat Luar Biasa Susu Kedelai bagi Kesehatan Wanita
BACA JUGA:Sayuran yang Harus Diperhatikan oleh Ibu Hamil: Hindari Konsumsi Berlebihan!
Di sebelah lain ruang duduk terbuka itu ada kamar-kamar lain yang juga bernomor. Di belakang kamar-kamar itulah tobongnya: panggung permanen untuk pertunjukan ketoprak. Sangat terawat, pertanda sering ada pertunjukan atau latihan di situ. Lukisan di panggung itu selalu diperbarui. Sangat terjaga. Mengalahkan panggung Sriwedari Solo sekali pun.
Kirun hidup dari kesenian dan ia menghidup-hidupkan kesenian.
Di dinding-dinding tobong itu banyak gambar lukisan Gus Dur ukuran besar-besar. Itulah tokoh idola Kirun: Gus Dur. Ia merasa cocok dengan jalan pikiran Gus Dur dalam memandang agama dan budaya.
Agomo. Budoyo. Negoro''.
Tulisan itu ada di beberapa bagian di kompleks padepokan seni Kirun. Termasuk di mobil-mobilnya.
Agomo adalah cinta-kasih. Semua agama mengajarkan cinta. Budoyo adalah roso rumongso. Sopan santun. Tata krama. Dan negoro adalah tatanan.
BACA JUGA:Rahasia Daun Talas Yang Kaya Nutrisi, Baik untuk Kesehatan, Tapi Harus Diolah dengan Benar
BACA JUGA:Resep Nasi Uduk Gurih nan Wangi: Sajian Tradisional yang Selalu Dirindukan
Ada empat mobil yang parkir di garasi terbukanya. Termasuk Alphard. Lalu ada masjid kecil di halaman depan. Bentuk masjidnya seperti kelenteng. Dibuat mirip masjid Cheng Hoo di Surabaya.
Kirun memang pernah ke masjid di Guangzhou, Tiongkok. Pandangannya tentang Tiongkok dan Islam berubah sejak dari sana. Ia juga ke Shenzhen: melihat bagaimana negara di sana melestarikan budaya Tiongkok. Ia nonton ludruk Tiongkok di Shenzhen. Di sana disebut cha guan.
Pandangan Kirun yang lapang juga lantaran kirun banyak jalan ke berbagai negara. Juga ke berbagai daerah. Ia melihat begitu banyak perbedaan tanpa harus bermusuhan.
Kirun pernah empat tahun di Papua. Di Sorong. Di Manokwari. Di Jayapura. Waktu itu Kodam di sana –juga di provinsi lain– punya bagian kesenian untuk sosialisasi program-program pemerintah. Kirun menjadi pegawai sipil di Kodam. Dengan tugas utama di panggung-panggung kesenian.